Waktu adalah kemewahan yang tidak semua orang miliki. Dalam berbagai fase hidup, kita selalu dihadapkan pada tiga hal yang tidak bisa kita miliki secara bersamaan. Yakni waktu, uang, dan tenaga. Dalam setiap fase hidup yang kita jalani, sering kali dihadapkan pada ketiadaan salah satu dari ketiga hal tersebut. Terkecuali, bila kita adalah segelintir orang dengan ‘privilege’.
Katakan ketika kita telah berusia senja, biasanya kita telah memiliki cukup uang serta waktu, tapi tidak dengan tenaga. Saat usia matang atau dewasa, kita biasanya masih memiliki tenaga serta uang, namun tidak dengan waktu karena biasanya kesibukan sangat padat. Begitu pula saat masih muda, sering kali kita tidak memiliki banyak uang, namun waktu dan tenaga malah tersedia banyak.
Baca Juga:
Taman Literasi Tidar, Diproyeksi Jadi Pusat Tingkatkan Minat Baca
Bagi generasi muda, waktu dan tenaga yang banyak tersedia itu sebenarnya perlu diwadahi dengan kegiatan yang positif agar dapat berkontribusi positif pula. Baik bagi masyarakat maupun bagi dirinya di masa mendatang. Beberapa contoh ketika generasi muda memiliki tenaga dan waktu yang cukup, tapi tidak diwadahi dalam kegiatan positif bakal menimbulkan efek meresahkan. Seperti yang sempat viral beberapa waktu lalu, pemuda melakukan prank pocong yang terjadi di TPU Samaan, alhasil 23 pelakunya yang masih ‘bocil’ ditangkap oleh aparat kepolisian.
Selain karena meresahkan, juga karena sifat prank ini yang membahayakan korban. Bahkan terdapat korban prank yang hampir jatuh dari kendaraan dan celaka. Meskipun tidak sampai ke meja hijau, namun kejadian ini menunjukkan pentingnya generasi muda dalam menyalurkan waktu dan tenaganya ke ranah yang lebih positif. Tentu agar tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Apabila berkaca pada kondisi sosial media, ada dugaan jika prank pocong di TPU Samaan menirukan ataupun terinspirasi dari prank pocong yang sebelumnya sempat viral di media sosial.
Ditambah lagi beberapa waktu sebelum itu, warga Malang juga dikejutkan dengan aktivitas mesum yang terjadi di bangku taman Jalan Ijen. Buntut dari hal itu, DLH Kota Malang menyegel seluruh kursi taman dengan bambu. Lalu tiga pekan kemudian, muncul pernyataan jika seluruh bangku taman akan dibongkar. Meskipun terjadi penolakan dan bangku taman tidak jadi dibongkar, penulis melihat adanya kesamaan pola dengan kejadian prank pocong. Yakni generasi muda yang memiliki banyak waktu dan tenaga, akan tetapi tidak menggunakan waktu dan tenaganya tersebut ke ranah positif, sehingga terjebak pada aktivitas-aktivitas yang cenderung negatif.
Sebenarnya kejadian semacam ini tidak hanya terjadi di Malang, di Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah juga muncul hal serupa, yakni perang air dan sarung. Meskipun tidak tergolong sebagai hal maksiat, namun bila dilakukan di jalanan tentunya akan menimbulkan keresahan bagi pengguna jalan lain. Akhirnya berdampak pada diturunkannya aparat. Padahal, jika para pelaku ini memilih tempat yang lebih baik seperti lapangan, tentu aktivitas mereka dapat bernilai positif seperti meningkatkan keakraban. Dengan catatan untuk tidak saling emosi dan bersedia memaklumi serta memaafkan bila mungkin ada yang ‘kebablasan’.
Singkatnya, masa muda yang hanya sekali dijalani ini bisa sangat menentukan dalam fase kehidupan selanjutnya. Jadi sangat wajar bila merasakan banyak waktu luang dan tenaga yang melimpah tapi bingung dalam pilihan aktivitas yang diambil. Untuk itu generasi muda perlu memperhatikan pilihan aktivitas yang diambil, setidaknya tidak merugikan diri sendiri dan utamanya orang lain.
Termasuk media sosial memang andal dalam menampilkan banyak konten, tapi penggunanya harus lebih andal dalam memilih konten yang ditonton. Sering kali inspirasi muncul dari konten-konten media sosial. Karena itu pilihlah konten yang positif, bukan konten yang sekadar mengundang tawa. Bahkan akan jauh lebih baik lagi, jika sebagai generasi muda dapat menjadi sosok yang menginspirasi dalam setiap hal positif. (Satrya).