Malang, IP – Melalui kegiatan Literasi Digital Kesatu, siswa-siswi di SDN Kesatrian 1 Kota Malang berkolaborasi menciptakan buku cerita bergambar (Cergam). Buku bertema “Profil Pelajar Pancasila” ini, merupakan buah karya dari 12 siswa yang memiliki minat bakat menulis dan menggambar.
Baca Juga:
59 Siswa SDN Songgokerto 02 Batu Kolaborasi Terbitkan Buku Perdana
Siswa SMKN 2 Turen Launching Buku Sebagai Kado Hari Guru Nasional 2023
Penyusunan buku Cergam sudah diprogramkan sejak bulan Desember 2022, namun karena berbagai kendala dalam pengurusan ISBN dan HaKI buku karya siswa tersebut baru bisa di-launching pada akhir Januari 2024 kemarin.
“Ini kita programkan setiap tahun, jadi kalau bisa kita punya satu produk karya tulis berupa buku antologi atau cerita bergambar,” tegas Dian Prasma Anggraini salah satu Koordinator Literasi Digital Kesatu.
Penyusunan buku diawali dari komunitas internal yang berisi siswa kelas IV dan V. Dari komunitas ini, pengurus program Literasi Digital Kesatu akan menjaring dan mengumpulkan siswa-siswi yang memiliki bakat minat menulis dan menggambar untuk diajak menyusun sebuah karya tulis.
Bagi mereka yang belum terjaring tak lantas dihiraukan begitu saja, para siswa dua kali dalam satu bulan tetap mendapat program literasi digital. Karena tujuan program ini tak hanya menciptakan karya, melainkan yang paling utama adalah untuk menggali pengetahuan para siswa terkait literasi.
“Nah endingnya setiap tahun kita ada produk karya tulis, termasuk di tahun ini kita punya produk buku cerita bergambar. Siswa ikut menulis dan guru hanya sebagai fasilitator saja, jadi tulisan dan gambar yang kita hasilkan ini pure dari siswa yang kita beri arahan,” tutur Dian.
Sebagai fasilitator, peran guru dalam penyusunan karya tulis ini adalah dengan memberi contoh kongkret terkait tahapan membuat karya tulis yang ingin dibuat. Mengingat anak usia sekolah dasar (SD) akan lebih maksimal jika diberi contoh nyata.
Apalagi secara teoritis seperti tata bahasa, konsep hingga alur cerita, anak-anak masih belum terlalu memahami. Maka menjadi tantangan tersendiri bagi pihaknya untuk memberikan dan menyesuaikan pemahaman dalam proses penyusunan buku cerita bergambar.
Sebagai contoh, banyak penggunaan kata yang disederhanakan sesuai bahasa sehari-hari siswa. Karena jika mengikuti penggunaan bahasa baku siswa-siswi belum mampu. Maka ia menilai, anak-anak usia SD sudah bisa menceritakan pengalaman dalam bentuk cerita bergambar terbilang sudah bagus Baca konten selengkapnya versi cetak di Tabloid Inspirasi Pendidikan Edisi 116