Kab Malang, IP – Di tengah berlangsungnya pembelajaran, Tiami guru dari PAUD Mutiara Harapan, Dusun Kampung Tengah, Desa Sonowangi, Kecamatan Ampelgading mengajarkan tepuk paling familier di kalangan anak usia dini.
Dari sekian banyak pembelajaran yang telah diberikan, anak-anak usia dini kadang lebih tertarik dengan tepuk-tepuk dan menyanyi. Di sela-sela kegiatan belajar ini, Tiami bercerita bahwa tidak mudah untuk menjadi seorang guru anak usia dini di daerah pedesaan.
Hal tersebut karena masih banyak orang tua yang belum paham dan sadar dengan pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Sebab itu, guru tidak hanya berhadapan dengan anak, melainkan lebih kepada orang tuanya.
Baca Juga :
KB-TK Model Kota Malang, Bentuk Fondasi Dasar Kepribadian Anak
Wabud: Perempuan Merupakan Madrasah Pertama bagi Anaknya
Jawab Dilema Orang Tua Pekerja, Kamilia Anak Cerdas Usung Layanan Daycare
“Kadang masih banyak orang tua lebih memilih anaknya langsung masuk TK dari pada masuk ke PAUD terlebih dulu,” ungkapnya. Tiami hanya ingin melakukan yang terbaik bagi anak didiknya. Tak lain, agar mereka bisa tumbuh dengan optimal dan tidak tertinggal. Berkat keinginan ini, ia mampu bertahan selama 14 tahun meski dengan ketidakpastian pendaftar.
PAUD Mutiara Harapan yang berdekatan dengan kantor dusun ini, bangunannya terdiri dari bilik-bilik. Tidak begitu luas, namun dapat menampung 12 siswa. Cukup juga mereka gunakan untuk bernyanyi sambil mengitari ruangan tersebut.
Tempat belajar itu, kini memiliki 22 siswa yang tersebar di kelas A dan B. Kelas A diperuntukkan bagi siswa yang baru masuk. Pada kelas ini, pembelajaran lebih banyak dengan cara bermain sehingga hanya masuk sekali dalam seminggu.
Sementara di kelas B, untuk persiapan masuk ke jenjang Taman Kanak-kanak. Mereka bersekolah dari Senin hingga Kamis. Dibantu dengan rekan seusianya, Tiami mengajar di dua kelas itu bergantian.
Kunci Menjadi Guru, Sabar dan telaten
Tiami tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi untuk mengajar anak usia dini. Ia hanya lulusan sekolah menengah atas (SMA). Tapi berbekal ketelatenan, menjadikan banyak siswanya nyaman belajar bersama Tiami.
“Kunci utama menjadi seorang guru ya sabar dan telaten. Siswa banyak diajak interaksi melalui sapaan atau sentuhan agar mereka merasa nyaman,” ujarnya.
Awalnya ia tidak bercita-cita menjadi guru. Mengingat perjalanannya menjadi guru, justru berawal dari keaktifannya dalam kader PKK dan Posyandu. Pada tahun 2008, ia diminta oleh pihak pamong desa untuk mengajar di PAUD.
Saat itu, terdapat empat guru yang ditunjuk. Namun, karena masih belum ada banyak murid yang mendaftar, mereka mengundurkan diri. Kini hanya tersisa Tiami dan rekannya. Berbekal kesabaran, ia mampu bertahan.
“Dulu awalnya cuma 5 orang yang daftar, itu pun masuknya kadang satu dua orang saja,” tuturnya. Seiring usia yang menua, gerakan Tiami tidak selincah dulu lagi. Namun, ia tidak hanya berpangku tangan. Tiami terus membekali dirinya untuk membawa sekolah tersebut berkembang. Baca berita selengkapnya di Tabloid Inspirasi Pendidikan