Kartu Indonesia Pintar (KIP) menjadi program pemerintah pusat untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Diketahui KIP diperuntukkan bagi mereka yang kurang mampu dalam hal pendidikan. Dengan adanya KIP diharapkan masyarakat bisa mendapatkan bantuan dana PIP (Program Indonesia Pintar).
Tetapi apakah seluruh masyarakat miskin mendapatkan KIP, lengkap dengan bantuan dana PIP? Saat Inspirasi Pendidikan menelusurinya, ternyata belum seluruh masyarakat mendapatkannya.
Badri Koordinator Kota Malang pada Program Keluarga Harapan (PKH) yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin mengaku, bahwa dari sekian banyak warga miskin dampingan atau biasa dikenal sebagai KPM (Keluarga Penerima Manfaat) tidak semua anaknya mendapatkan KIP. Padahal, KIP yang nantinya dapat digunakan untuk mengucurkan dana PIP, menjadi salah satu program komplentaritas yang juga berhak diterima oleh anak KPM.
Menurutnya dari sebanyak 9.632 KPM, baru sekitar 50% yang memiliki KIP. Dia selaku pendamping hanya bisa mengimbau kepada KPM agar mengurus KIP di sekolah masing-masing. Dengan menyertakan kartu ATM PKH sebagai bukti peserta, foto copy KTP dan KK, agar pihak sekolah mengupdate di aplikasi Dapodik.
“Kita hanya sebatas itu, karena yang mengusulkan KIP itu sebenarnya dari sekolah masing-masing melalui aplikasi Dapodik” ujar Badri, Rabu (25/11)
Alasan masyarakat miskin yang menjadi peserta PKH berhak mendapatkan bantuan komplementer berupa KIP, supaya mereka dalam sisi pendidikan juga terjamin. Selain itu agar tidak ada beban di pendidikannya. Harapannya agar kualitas kehidupan di segala aspek, terutama pendidikan bisa segera terangkat.
“Namun temuan kami di lapangan, tidak semua anak KPM memiliki KIP dan tidak semua yang punya KIP dananya cair. Bisa demikian, alasannya kami tidak mengetahui secara pasti. Selain itu kami menemukan, ada satu orang yang mendapatkan dua KIP. Satu dari sekolah, satu dari dewan. Padahal dalam peraturan satu orang, hanya berhak mendapatkan satu KIP” tambah Badri
Hal ini dibenarkan oleh Suwarni, salah satu KPM. Dia menjelaskan, sejak mendapatkan KIP, anaknya hanya menerima dana pencairan sekali. Saat anaknya duduk di tingkat SD sekitar tahun 2013/2014 silam. Setelah mendapatkan satu kali pencairan sejumlah Rp. 450.000, anaknya tidak pernah lagi mendapatkan hingga duduk di kelas IX SMP. “Anak saya yang sekolah ada 3, yang dapat KIP itu hanya 2 anak,” tambah Suwarni
Kondisi serupa juga dirasakan oleh Kurnia yang juga salah satu KPM. Sejak pendataan KIP ketika anaknya duduk di kelas II SD, anaknya baru memperoleh dana pencairan dua kali. Yaitu, saat anak sudah menginjak kelas VI dan ketika anak sudah berada di kelas VIII SMP. Jadi saat anak menginjak kelas VI tidak mendapatkannya. Dan dari dua anaknya yang bersekolah, hanya satu anak yang kemudian mendapatkan KIP.
Berkaitan dengan hal itu, semestinya dana pencairan bisa diterima setiap satu tahun sekali bagi anak-anak pemilik KIP yang memang kurang mampu dalam hal pendidikan. Namun setelah melihat fakta tersebut, dana PIP yang berhak diterima oleh pemilik KIP sebagian masih belum bisa cair setiap tahunnya. Terlebih lagi, beberapa siswa yang berasal dari latar belakang keluarga yang kurang mampu dalam segi ekonomi, sebagian juga belum mendapatkan KIP, sehingga hal ini perlu menjadi perhatian bersama. Agar adanya KIP bisa lebih tepat sasaran dan bisa dimanfaatkan bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. Tidak lain supaya mutu dan kualitas pendidikan bisa terus mengalami perbaikan. (was)