Merebaknya Covid-19 varian Omicron di Kota Malang mendapatkan perhatian serius dari pelbagai pihak. Hal ini semestinya layak mendapatkan apresiasi dari warga Kota Malang, karena pihak terkait telah menjalankan tugas dan perannya. Dengan catatan, bila tugas dan peran yang diemban memang layak diapresiasi. Serta kebijakan yang diambil tidak menimbulkan kesan “lucu”.
Permasalahannya, terdapat salah satu kebijakan yang menurut saya sangat “lucu”. Yakni penutupan beberapa ruas jalan di Kota Malang. Penutupan ini terjadi di beberapa ruas jalan dan pada jam tertentu. Sebenarnya, kebijakan semacam ini sudah dikritik oleh banyak pihak bahkan mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat karena dianggap tidak tepat sasaran dan justru menyengsarakan sebagian pihak.
Baca Juga : Menjadi Guru Tidak Mudah, Ini Tantangan Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19
Utamanya bagi mereka yang beraktivitas ekonomi pada jam terdampak. Semenjak awal merebaknya Covid-19 kebijakan semacam ini sudah dikritik, dan sayang sekali hingga sekarang masih muncul kebijakan sejenis.
Hal ini mengindikasikan pihak-pihak berwenang tidak melakukan evaluasi, sungguh sangat disayangkan sekali, karena kebijakan yang mereka ambil berdampak pada hajat hidup warga Kota Malang.
Beberapa jalan yang terdampak kebijakan ini ialah, Jalan Trunojoyo yang berlokasi di dekat Balai Kota Malang dan Stasiun Kota Baru, Jalan Kertanegara, pertigaan Jalan Gajah Mada yang menuju ke stasiun, perempatan pasar Klojen, dan jalan Sukarno Hatta. Untuk jalan Sukarno Hatta penutupan dilakukan dari jembatan hingga patung pesawat. Seluruh penutupan jalan yang dilaksanakan mulai pukul 19.00-23.00 WIB ini, dikatakan demi mencegah Covid-19 varian Omicron agar tidak semakin merebak.
Baca Juga : Pembelajaran tatap Omicron
Namun yang terjadi, praktik di lapangan sungguh berbeda dengan yang diharapkan. Contoh kecil pada penutupan jalan Sukarno Hatta. Meskipun penutupan ini sudah dimulai semenjak 26 Januari 2022 namun, setiap mendekati pukul 19.00 selalu terjadi penumpukan kendaraan diakibatkan pengguna jalan yang tidak siap dengan penutupan ini. Bukankah penutupan jalan ini dilakukan guna mencegah terjadinya kerumunan? Sungguh ironi saat dilakukan untuk mencegah kerumunan, namun justru menimbulkan kerumunan.
Di sekitar jalan Soekarno Hatta, berdiri sejumlah perguruan tinggi besar juga terdapat banyak kafe serta pusat-pusat kuliner. Sehingga memang harus diakui, di jalanan tersebut memang sering muncul kerumunan, sehingga rawan terjadi penyebaran Covid-19. Namun bila kebijakan yang diambil “ceroboh” bukankah hal tersebut juga berbahaya?
Itu masih terkait penumpukan di sekitar jalan Soekarno Hatta, namun masih ada lagi masalah turunan lain.
Baca Juga : Potret Pendidikan di Masa Pandemi
Yakni terjadinya kemacetan pada jalan-jalan alternatif seperti jalanan di Kampung Keramik Dinoyo yang memang dapat tembus ke jalan Soekarno Hatta, maupun jalanan kampung di sekitar Polinema yang juga memiliki akses tembusan ke Jalan Soekarno Hatta. Memang penutupan jalan ini ditujukan untuk mengurangi aktivitas, namun pada praktiknya, aktivitasnya tidak berkurang namun hanya berpindah tempat.
Kemudian berbicara terkait kondisi jalan Sukarno Hatta selama masa penutupan yakni 19.00-23.00 WIB. Bagi anda yang beraktivitas di sana, jangan khawatir, karena berdasarkan pengamatan yang dilakukan, tidak ada operasi maupun penindakan dari pihak berwenang.
Baca Juga : Dampak PPKM Darurat Diperpanjang
Pun begitu bila anda hendak pulang, masih tetap bisa keluar, namun anda akan disambut dengan kemacetan luar biasa. Mulai dari sebelum jembatan Sukarno Hatta hingga keluar jembatan Sukarno Hatta, serta mendapatkan bonus kemacetan di titik-titik awal jalan Mayjend Panjaitan.
Sehingga bila anda enggan mengalami kemacetan, mungkin ada baiknya mempertimbangkan untuk pulang selepas pukul 23.00 WIB. Disebabkan ketika penutupan sudah berhenti, berangsur-angsur jalanan kembali menjadi normal kembali.
Dan untuk mengakhiri opini pendek ini, saya secara pribadi berharap dan berdoa agar covid 19 memang hanya aktif menginfeksi pada pukul 19.00-23.00 WIB. Yah setidaknya, agar kebijakan tersebut dapat membuahkan hasil. (Satrya)