Mendongkrak Budaya Khas Nusantara

0
Ilustrasi Makanan Khas Nusantara. (Foto : Ist/IP)

Indonesia dianugerahi perbedaan suku bangsa yang luar biasa besar. Perbedaan ini, berdampak pada beragamnya kebudayaan yang hidup di bumi Nusantara. Mulai dari kesenian, adat istiadat, bahkan makanan khas. Singkatnya, Indonesia tidak kekurangan jenis makanan yang unik dan berbeda. Saking beragamnya, makanan khas suatu suku, belum tentu akrab di lidah suku yang lain. Jangankan akrab di lidah, dikenal pun belum tentu.

Namun bila kita berkaca pada kondisi masyarakat, justru yang banyak beredar dan berlomba dijadikan peluang usaha malah makanan khas Korea. Makanan seperti tteokbokki, odeng, kimchi, dimsum dan beraneka ragam makanan lain mudah kita jum­pai. Makanan-makanan ini dijual di tempat makanan khas Korea maupun pedagang kaki lima saat terdapat event.

Baca Juga :

Tari Tradisional Jadi Upaya Lestarikan Warisan Budaya

Antropologi UB Bedah Modal Sosial Kampung Budaya Polowijen

Lestarikan Budaya Lokal Melalui Lomba Permainan Tradisional

Seperti pasar malam, CFD, maupun berbagai event lainnya. Penjual makanan asli Indonesia memang masih banyak, namun bukankah menggelitik bila suatu bangsa yang kaya akan budaya justru menyukai makanan dari negara lain yang secara kebudayaan sangat berbeda? Bahkan terkadang, sangat sulit menemukan makanan tradisional dibandingkan makanan asing. Seperti kue rangin, kue putu, cenil, maupun makanan tradisional lainnya.

Lantas apakah ini salah mereka yang berjualan makanan Korea? Penulis rasa tidak seperti itu juga, bila menggunakan sudut pandang pemikiran pengusaha kuliner, tentunya mereka menyesuaikan minat “pasar”. Apa yang tengah ramai, tentunya menarik minat berbagai orang untuk turut berwirausaha.

Bila pembaca masih ingat, saat es kepal Milo viral, berbondong-bondong orang berjualan produk serupa. Penulis kira, hal itu pula yang terjadi dengan makanan Korea. Karena peminatnya besar, maka memancing orang untuk berjualan produk tersebut.

Sehingga jelas, generasi muda lebih menikmati budaya Korea sehingga menciptakan pangsa pasar untuk makanan Korea. Memang harus diakui, jika banyak produk hiburan Korea yang berhasil mencuri hati gene­rasi muda.

Seperti K-Pop, K-Drama, Webtoon serta produk hiburan lain. Sering kali terdapat sisipan promosi produk kebudayaan Korea di situ. Mulai dari memperkenalkan destinasi wisata, makanan dan minuman khas Korea, gaya hidup ala Korea, bahkan hingga tren penampilan Korea.

                                       Ilustrasi Kuliner Nusantara

Untuk mengatasi permasalahan itu, diperlukan promosi kebudayaan Nusantara yang juga masif. Dukungan terhadap pelaku kebudayaan mutlak diperlukan. Pun begitu, de­ngan para generasi muda, jangan terlalu asyik mengenal kebudayaan asing hingga melupakan kebudayaan leluhur.

Sebagai generasi penerus, mereka wajib memiliki keberpihakan pada budaya nenek moyangnya. Meskipun dalam perkemba­ngannya, penulis rasa, sah-sah saja bila budaya yang ada dilakukan penyesuaian.

Misalnya, musik keroncong digunakan untuk meng-cover lagu asing. Dengan cata­tan, tidak dilakukan perubahan makna filosofisnya, karena makna filosofis tidak bisa serta merta diubah dan memerlukan kajian mendalam.

Perkembangan media sosial juga turut berperan besar dalam hal ini. Karena media sosial, secara efektif mampu menghapus ba­tas jarak antara Korea dan Indonesia. Namun hal ini juga menjadi keuntungan pelaku kebudayaan Nusantara untuk mempromosikan kreativitasnya. Dan alangkah baiknya, bila medsos kita gunakan tidak hanya untuk menikmati karya orang, namun juga menjadi tempat mempromosikan karya kita ma­sing-masing.

Jangan terus menerus menjadi pasar, kita pun wajib menjadi pelaku dalam industri ini. Mulai dari memperkenalkan makanan khas berbagai daerah Nusantara, mempromosikan budaya Nusantara maupun destinasi wisata yang ada di Indonesia.

Bila pembaca gemar berwisata, daripada jauh-jauh ke luar negeri, banyak destinasi wisata lokal yang tidak kalah cantik. Tidak hanya cantik, dengan bangga berwisata di Indonesia, warga Indonesia juga turut mendukung perkembangan Indonesia.

Makanan lokal pun sebenarnya juga tidak kalah menarik, sebutlah papeda yang banyak dijual pedagang kaki lima di sekitar sekolah. Papeda pada dasarnya makanan khas Papua, bila dirasa versi aslinya kurang sesuai dengan selera target pangsa pasar, maka bisa dilakukan penyesuaian. Terbukti papeda berhasil diminati, dibuktikan dengan banyaknya penjual papeda yang mudah ditemukan.

Singkatnya, bila mau kreatif dan banyak menggali kekayaan kuliner Nusantara, ba­nyak makanan Nusantara yang berpeluang diminati masyarakat. Sehingga dapat menjadi ladang bisnis yang menjanjikan. Selain mendapat keuntungan, juga berperan dalam menjaga tradisi Nusantara yang terlampau banyak. (Satrya)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News