KABUPATEN MALANG,IP – Jika biasanya nama pondok pesantren identik dengan kata-kata Islam, seperti Raudlatul Ulum, Miftahul Ulum, dan Babussalam, tidak demikian dengan Ponpes di Sumberpucung ini. Tepatnya di desa Sumberpuncung, Kecamatan Sumperpucung, Kabupaten Malang, Ponpes ini bernama Pesantren Rakyat Al-Amin.
Karena namanya berbeda dengan Ponpes lain, tentu saja konsep pembelajaran pun punya perbedaan dengan Ponpes pada umumnya.
Simak saja penuturan Pengasuh Pesantren Rakyat Al-Amin, Kyai Abdullah Sam.
“Pondok pesantren kita berbasis kerakyatan. Misalnya belajar di tempat terbuka (bukan di dalam kelas), sekaligus dalam setiap kegiatannya tidak diwajibkan menggunakan seragam.”
Meski begitu, muatan pembelajaran di pesantren tersebut tetap mengutamakan ilmu keislaman, seperti fikih, tasawuf, serta nahwu-Shorof.
Tidak hanya itu, Pesantren yang berdiri sejak 2008 tersebut juga membekali ilmu vokasi seperti beternak, tani, dan bisnis. Saat ini, usaha yang sudah dijalankan oleh santri Pesantren Rakyat Al-Amin di antaranya air kemasan, cilok, budidaya jamur, sate jamur, dan jasa pijat.
“Semua ilmu kita fasilitasi di sini. Tidak hanya untuk santri tapi juga terbuka buat semua orang,” kata Gus Dullah, sapaan akrab Kyai Abdullah Sam.
Artinya, lanjut dia, yang mau nyantri tidak usia anak-anak, tetapi untuk masyarakat usia paruh baya pun juga dipersilakan untuk menimba ilmu di Pesantren Rakyat.
Konsep yang diusung dalam pembelajaran semacam itu, menurut pria berjuluk Kyai Sableng itu muncul sejak pertama didirikan, pada 2008 lalu. Dengan nama itu, ia berharap dapat menyediakan lembaga pendidikan yang tidak membatasi setiap potensi santri.
“Ada tiga opsi nama yang muncul di benak saya waktu itu, yakni Pesantren Malang, Pesantren Alam, dan Pesantren Rakyat. Setelah direnungkan beberapa lama akhirnya kita putuskan Pesantren Rakyat sebagai lembaga yang akan kami dirikan,” bebernya.
Gus Sam menceritakan awal mula merintis Pesantren Rakyat tersebut ketika dia baru saja lulus dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Kala itu, ia bersama istrinya yang baru menikah berniat untuk menitih karir di Jakarta. Hanya saja, saat meminta izin ke kedua orang tua tidak diizinkan sehingga dia lantas memutar otak agar bisa mengabdi kepada masyarakat. Alhasil, muncullah keinginan untuk mendirikan lembaga pendidikan, khususnya madrasah diniyah.
Kemudian, berbekal ilmu yang dimilikinya, bersama istrinya ia membuka tempat les di rumah kontrakannya yang juga berada di Desa Sumberpuncung, Kabupaten Malang. “Tapi saya mensyaratkan setiap anak yang ikut les juga mengaji agar selain ilmu umum, mereka juga bisa mengaji,” katanya.
Seiring berjalannya waktu, kemudian banyak anak-anak les tersebut yang menginap di rumah Gus Sam. Terlebih jumlah anak yang ingin belajar di sana juga semakin banyak.
“Lama-lama dari hasil tabungan saya serta dari hasil meminjam uang ke mertua, saya bisa mendirikan musala. Dari situlah Pesantren Rakyat mulai berkembang,” katanya.
Kini, selain pendidikan nonformal, di Pesantren Rakyat juga tersedia pendidikan formal mulai dari tingkat PAUD hingga SMA. Sebagaimana misi utama Pesantren Rakyat, di lembaga sekolah formalnya itu juga berbasis kerakyatan, yakni tidak diwajibkan mengenakan seragam, serta menyisipkan metode pembelajaran di alam.
“Saat ini yang mukim di sini (Pesantren Rakyat) 130 santri, mulai dari santri tingkat SD hingga yang berkeluarga,” jelasnya seraya menyebut Pesantren Rakyat Al-Amin memiliki sekitar 30 cabang yang tersebar di beberapa daerah Jawa Timur.(ron)