Malang, IP – Selama pandemi Covid-19, hampir dua tahun Kampung Tematik Kota Malang tidak ada kunjungan studi banding atau studi wisata dari kampus seluruh Indonesia. Tak terkecuali Kampung Budaya Polowijen (KBP).
Namun setelah pandemi berangsur-angsur bisa dikendalikan, kini KBP mulai ramai kembali di kunjungi. Setelah dari Unmuh Surakarta, Universitas Trunojoyo, Sabtu (18/6/2022) lalu gilirannya Institut Pertanian Bogor dari Jurusan Arsitektur Lanskap.
Setidaknya ada sebanyak 80 mahasiswa IPB bertandang ke KBP. Mereka ingin belajar strategi membuat zonasi, teknik lanskap dan ruang kewilayahan yang dijadikan kepariwisataan di Kota Malang. Selain Itu, mereka juga belajar bagaimana upaya melestarikan tradisi sekaligus mengembangkan kewisataan dan menjaga lingkungan cagar budaya.
Baca Juga : Covid-19 Melandai, Masyarakat Adat Singosari Gelar Sarasehan
“Terhadap pemanfaatan kawasan cagar budaya meliputi lingkungan cagar budaya dan bangunan cagar budaya yang dapat dimanfaatkan untuk kewisataan,” ujar Ki Demang penggagas KBP.
Lingkungan Polowijen juga masuk dalam kategori Lingkungan Cagar Budaya. Selain lingkungan Candi Badut, lingkungan Candi Tidar, lingkungan Gunung Buring, dan Situs Tlogomas.
Pria bernama asli Isa Wahyudi ini menuturkan, proses penetapan sebuah kawasan cagar budaya harus melalui proses panjang. Sebab, minimal harus ada dua situs cagar budaya yang berdekatan dan terkait.
Baca Juga :Â Situs Srigading: Bukti Malang Punya Peradaban Panjang
“Selain itu, menentukan titik deleniasi dan membuat zonasi kawasan cagar budaya untuk kewisataan tentu melibatkan banyak pengampu kebijakan,” terangnya. Atas keberadaan Situs Ken Dedes, Situs Joko Lolo dan Situs Makam Mbah Reni Empu Topeng Malang yang berada di à rea Makam Polowijen, sebenarnya cukup mewakili Lingkungan Cagar Budaya Polowijen yang dapat di tingkatkan menjadi Kawasan Cagar Budaya di Kota Malang.
“Namun sampai saat ini belum ada penetapan kawasan cagar budaya di Kota Malang,” imbuh Ki Demang yang juga merupakan TACB Kota Malang. Senada, Ketua Kelompok Seni Budaya KBP Didik Medianto menambahkan keberadaan Situs Ndedes dan Makan Mbah Reni menjadi satu kesatuan, sehingga KBP menjadi komunitas pelestari budaya.
Dalam rangka memanfaatkan berbagai situs yang berada dilingkungan cagar budaya Polowijen, Dr Ir Nurhayati MSc salah satu dosen yang mendampingi mahasiswa IPB mengaku masyarakat di KBP sangat luar biasa.
Baca Juga :Â Lestarikan Budaya Lokal Melalui Lomba Permainan Tradisional
“Ternyata upaya melestarikannya dengan membuat kampung budaya. Ini mirip dengan Kampung Budaya Sindangbarang (KBS) Bogor, bedanya KBS bukan berada di area situs sesungguhnya sementara KBP berada di situs aslinya,” tegas Dosen Departemen Arsitektur Lanskap IPB ini.
Perbedaan lainnya, KBS di bangun oleh pemerintah sedangkan KBP murni masyarakat. Disisi lain, memang mudah merencanakan lanskap kewisataan di KSB karena areanya luas. Sedangkan pengembangan KBP lebih bertumpu pada kesadaran masyarakat sekitar.