
Kab Malang, IP – Maraknya kasus yang tak diinginkan, seperti bullying di lingkungan pendidikan mengharuskan sekolah untuk menggalakkan program pencegahan. Tak terkecuali SMP Negeri 1 Wonosari membentuk program bernama “Cegah Buket (Bullying, Kekerasan Seksual, dan Intoleransi).
Baca Juga:
Jurtiksa, Kelompok Pers Siswa di SMPN 1 Wonosari
Berkali-kali Jatuh, Guru SMKN Wonosari Ini Terus Bangkitkan Bisnis Hingga Hasilkan Omzet Miliaran
Cegah Buket digerakkan dengan kolaborasi antara guru BK dengan pihak tartib (tata tertib) SMPN 1 Wonosari. Metode yang dilakukan adalah membentuk pelayanan online sebagai wadah pelaporan bagi anak-anak yang mengalami atau mengetahui kasus bullying, kekerasan seksual, atau intoleransi.
“Kita kasih link, di setiap kelas itukan ada koordinator-koordinatornya (Peer Counselor) yang untuk kekerasan seksual siapa, bullying siapa, intoleransi siapa, nah ini dilakukan pelaporan melalui spreadsheet dan itu penanganan langsung melalui BK,” jelas Manggiasih Heri Feebriansandy, Guru BK sekaligus Koordinator Cegah Buket SMPN 1 Wonosari.
Tidak hanya lewat pelaporan online, tim Cegah Buket juga menyediakan pelaporan secara langsung. Jika ada tindak bullying, kekerasan seksual, dan intoleransi para siswa atau koordinator tiap kelas bisa melaporkannya langsung ke BK atau pun guru yang sedang bertugas di tim Cegah Buket.
Wanita yang lebih akrab disapa Anggi itu pun lantas mengaku bahwa selama ini tindak bullying yang pernah ditangani lebih ke arah verbal. Dalam artian tidak sampai pada kekerasan fisik.
“Di sini untuk bullying itu tidak semarak atau tidak separah yang ada di luar sana, lebih pada memanggil temannya dengan nama orang tua, tapi meski begitu, siswa yang melakukan (memanggil temannya dengan nama ayah/ibu) harus diingatkan,” kata Anggi.
Proses mengingatkan ini, kata dia, dilakukan dengan menyisipkan materi-materi tentang bullying saat proses pembelajaran berlangsung, kekerasan seksual, dan intoleransi. Termasuk pencegahan dan penanganannya.
Anak-anak selama ini terbilang aktif menjadi koordinator atau Peer Counselor, mereka tidak segan melakukan pelaporan jika ada tindakan yang mengarah ke bullying, kekerasan seksual, dan intoleransi. Bahkan Peer Counselor terkadang bisa menangani tanpa perlu melakukan pelaporan ke tim Cegah Buket SMPN 1 Wonosari.
“Tiap kelas minimal ada tiga siswa yang menjadi Peer Counselor atau koordinatornya, tiga anak ini tadi menangani satu-satu jenis tindakan (bullying, kekerasan seksual, atau intoleransi),” paparnya.
Peer Counselor memiliki peran penting untuk mencegah tindakan-tindakan yang tidak diinginkan. Karena dengan adanya Peer Counselor, korban bullying, kekerasan seksual, atau intoleransi bisa mendapat tempat bercerita dengan teman sebayanya Baca konten versi cetak di Tabloid Inspirasi Pendidikan Edisi 123