Indonesia telah memasuki era digital, dan kini tidak ada pilihan lain kecuali maju dan berkembang. Itulah kondisi Indonesia saat ini. Dunia, termasuk Indonesia telah memilih maju dengan teknologi digital dalam semua aspek kehidupan, tanpa kecuali pendidikan.
Sejak tahun 2018, pemerintah telah menyusun roadmap “Making Indonesia 4.0” untuk mengejar ketertinggalan kita dengan negara maju lainnya, termasuk negara tetangga. Dari sepuluh program dalam roadmap, peningkatan SDM telah menjadi prioritas. Dengan kata lain, program digitalisasi pendidikan Indonesia sebetulnya telah lama dilaksanakan oleh pemerintah.
Namun, yang menjadi pertanyaan apa sebetulnya pendidikan 4.0, apa keuntungannya, dan bagaimana cara menyiapkannya. World Economic Forum (WEF) telah mendeklarasikan revolusi industri 4.0 sejak 2016, dan berlanjut dengan “Manifesto Davos 2020” yang juga dihadiri Indonesia.
Pendidikan 4.0 (education 4.0) adalah istilah umum yang digunakan oleh para ahli teori pendidikan untuk menggambarkan berbagai cara untuk mengintegrasikan teknologi cyber baik secara fisik maupun tidak ke dalam pembelajaran.
Ini adalah lompatan dari Pendidikan 3.0 (education 3.0) yang menurut Jeff Borden, Education 3.0 mencakup pertemuan ilmu saraf, psikologi kognitif, dan teknologi pendidikan, menggunakan teknologi digital dan mobile berbasis web, termasuk aplikasi, perangkat keras dan perangkat lunak, dan “hal lain dengan e di depannya.
Pendidikan 4.0 jauh di atas hal tersebut dan dalam beberapa hal. Pendidikan 4.0 adalah fenomena yang merespon kebutuhan munculnya revolusi industri keempat (4 IR) atau (RI 4) dimana manusia dan mesin diselaraskan untuk mendapatkan solusi, memecahkan masalah dan tentu saja menemukan kemungkinan inovasi baru.
Tetapi, apakah Indonesia siap dengan segala yang akan terjadi di Era 4.0? Jika dilihat dari perkembangan yang terjadi, jawabannya sedikit rancu, karena Indonesia bisa dikatakan siap dan juga tidak siap.
Hal ini dibuktikan dengan metode pembelajaran yang dilakukan secara jarak jauh secara daring di hampir seluruh sekolah dan universitas. Secara penguasaan teknologi, anak-anak Indonesia bisa dikatakan sudah cukup siap. Namun, secara sistem dan kultur pendidikan, belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Dari sini kita tahu banyak siswa dan guru yang mengeluhkan sulitnya memakai platform atau media pembelajaran dengan sistem daring. Bahkan tidak sedikit yang gagal dalam ujian karena koneksi internet tidak stabil. Infrastruktur pendidikan, itulah diantara kata kunci dan akar masalah yang timbul dalam pembelajaran digital. Bisa dikatakan hampir seluruh sekolah di Indonesia belum memiliki sistem dan platform teknologi pendidikan yang memadai.
Komunikasi yang dilakukan oleh guru kepada siswa ketika kegiatan pembelajaran berlangsung dari rumah hanya menggunakan aplikasi video conference dan pesan instan. Hal tersebut yang menjadikan efisiensi dan efektitifitas pembelajaran terbatas. Sekolah diharapkan bisa lebih kreatif dan inovatif dalam menyusun metode, media atau sistem pembelajaran. Namun, kebebasan ini justru menjadi beban bagi sekolah yang belum familiar dengan teknologi tinggi.
Pendidikan 4.0 berkembang begitu cepat menyusuri dasar ruang diskusi publik. Dan ruang kelas online telah memfasilitasi pembelajaran dengan lebih banyak cara daripada yang pernah kita bayangkan. Yang akhirnya pendidikan sekarang dipandang lebih sebagai proses seumur hidup daripada ritual yang berorientasi pada kelas. Dalam hal ini bisa dikatakan hanya sebatas batu loncatan ke dunia profesional. Peserta didik dan pendidik sekarang akan mencari cara untuk mendefinisikan kembali cara-cara di mana pembelajaran selalu mempengaruhi kehidupan mereka.
Penulis beropini bahwa, saat ini pendidikan 4.0 belum sepenuhnya mauk kedalam gerbang dan gerbong sistem kita, atau lebih tepatnya masih di depan pintu. Kondisi ini bisa menjadi sebuah peluang sekaligus tantangan bagi sekolah yang siap menempuh masa depan lebih baik.
Dewasa ini, sangat diperlukan paradigma dalam merespon perubahan atau reformasi dalam pendidikan guna mencari cara-cara baru yang lebih efektif dalam pembelajaran. Di sinilah tuntutan peran kreativitas warga lingkungan sekolah teruama guru untuk menemukan serta melaksanakan kinerja yang inovatif dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Ini adalah tantangan yang dapat dibilang tidak hanya berfokus pada yang diajarkan, tetapi juga cara pengajarannya yang mana pendidikan tersebut sendiri didasarkan pada kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan yang ada di masa depan.
Diakui bahwa pendidikan sebagai suatu subsistem kehidupan masyarakat perlu menyikapi dengan terbuka berbagai inovasi yang ada dalam dunia pendidikan, maupun yang terjadi dalam bidang kehidupan lainnya sebagai upaya untuk mengintegrasikannya agar dapat dicapai suatu kondisi pendidikan yang tidak tertinggal dengan perubahan yang terjadi di masyarakat sebagai akibat akumulasi inovasi.
Sangat penting bagi dunia pendidikan kita adalah merespon dan menyiapkan sedini mungkin hal-hal yang dibutuhkan untuk memasuki babak baru dunia pendidikan yang berubah begitu cepat. Bagi yang siap maka akan menang bersama, namun bagi yang lamban merespon keadaan, maka akan tergerus oleh zaman. Kita berharap semua elemen mulai pemangku kebijakan, pelaksana tugas, guru, dan masyarakat ikut serta dalam merespon tujuan pendidikan untuk menjadikan kualitas generasi kita lebih baik lagi serta mewujudkan cita-cita luhur pendidikan.(*)