Amir Rifa’i : Staff Pengajar AIK UMM
Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru, Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku, Semuabaktimu akan kuukir di dalam hatiku, Sebagai prasasti terima kasihku, Tuk pengabdiamu,Engkau sebagai pelita dalam kegelapan, Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan,Engkau patriot pahlawan bangsa, Pembangun isan cendekia.
(Hymne Guru-Sartono).
Siapapun kita, yang pernah merasakan bangku sekolah pasti pernah menyanyikan lagu “HymneGuru” tersebut.
Jangankan yang sekolah bahkan yang tidak sekolah-pun pernah mendengarhymne diatas. Hymne tersebut wajib dinyanyikan disekolah, terutama pada waktu upacaraperingatan hari-hari pendidikan, termasuk hari guru. Bahkan seringkali ketika lagu itudinyanyikan hati kita merasa haru, dan tanpa sadar kelopak mata berlinang dan penuh dengan airmata.
Betapa tidak, seorang guru yang dengan sangat sederhana mencurahkan segala tenaga, hati danpikiran, hanya untuk menjadikan mencerdaskan generasi bangsa.
Sebuah pengabdian yang sungguh berarti. sepertinya tidak berlebihan jika kita mengatakan guru adalah pintu utama menuju gerbang kesuksesan.
Guru yang memberikan contoh teladan yang baik akan selalu dikenang kebaikanya. Namun guru yang tidak pantas dicontoh baik perilaku maupun ucapanya maka selamanya akan dikenang keburukanya oleh siswa. Gurulah yang paling berjasa dalam membimbing peserta didik dengan penuh kesabaran, ketekunan dan keteladanan.
Tapi yang menjadi Pertanyaan, sudah sejauh mana kita memaknai
“Hymne Guru”? Sudahkah kita benar-benar menghidupkan nama mereka dalam sanubari kita?
Atau hanya isapan manis dari mulut belaka? Padahal ditangan guru-lah para ilmuan itu lahir, berbagai prestasi itu terukir. Kesuksesan seseorang tidak terlepas dari sang pahlawan pendidikan yaitu guru. Sosok tersebut yang tak kenal lelah dan letih dalam mencetak generasi-generasi penerus bangsa. Sosok yang selalu dikagumi akan keilmuan yang dimiliki.
Dari guru-lah segala sumber kebutuhan ilmu didapatkan. Bahkan bisa dikata sebagai sumber primer dari segala pengetahuan. Namun di era yang serba teknologi seperti sekarang ini, peran seorang guru terasa tergantikan dengan derasnya arus teknologi dan informasi. Hadirnya internet mau tidak mau menjadi kompetitor terhadap guru. Internet dengan segala kecanggihannya mampu menampilkan keinginan pengguna terhadap aneka konten baik berbentuk naratif, foto, dan video.
Kecanggihan teknologi sekarang mampu memanjakan peserta didik untuk kemudian lebih percaya hasil informasi di google dari pada informasi guru. Akhirnya guru tanpa jasa akan selamanya menjadi slogan yang hanya dikenang kepahlawananya dan tidak lagi muncul dipermukaan.
Teknologi dan informasi kita telah menjalar memasuki berbagai bidang kehidupan manusia, hingga menjadikan guru yang berjasa di zaman now menjadi suatu pertanyaan. Dan slogan namamu akan selalu hidup dalam sanubariku juga tinggal kenangan yang tergerus oleh zaman. Belum lagi akhlak dan sifat peserta didik sekarang yang cenderung lebih berani kepada guru. Bagi yang sekolah pada tahun 90an mungkin pernah bahkan sering mengalami atau mendapatkan hukuman dari guru jika melakukan pelangaran.
Banyak yang dihukum untuk berdiri didepan kelas, dijewer telinga jika tidak tertib dan masih banyak lagi hukuman yang diterima. Namun beda dengan hari ini, seperti hukum sudah berbalik, hanya menertibkan seragam yang tidak masuk guru dipukul, hanya karena menertibkan siswa yang bolos keroyok orang tuanya, belum lagi ada yang melaporkan ke pihak kepolisian karena diduga menganiaya. Sungguh ironis kejadian yang dialami oleh para guru kita hari ini.
Sepertinya jargon “Guru: Di gugu dan Di
Tiru” hanya sebagai isapan jempol belaka, lebih-lebih menjadi pahlawan yang selalu di kenang rasanya masih sangat jauh panggang daripada api. Tantangan tersebut didukung oleh UU 14/2005. Bunyinya, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Adanya Covid-19 saat ini juga ikut menjadikan tugas guru semakin meningkat. Karena guru tidak hanya sebatas mengajar dikelas dengan metode dan media yang telah ada, namun juga harus memutar otak untuk tetap bisa menjadi teladan walau jarak tidak berdekatan. Media dan metode yang baru juga turut menjadikan guru harus belajar lebih dalam lagi untuk menciptakan inovasi pembelajaran.
Menurut hemat penulis, Beban guru hari ini sangat berat dengan tanggung jawab yang besar tentunya perlu penghargaan yang lebih dari semua kalangan. Mulai dari siswa, orangtua wali, sesasama guru, pemangku kebijakan dan pemerintah terkait.
Selain itu harkat dan martabat seorang guru dewasa ini perlu untuk direkonstruksi ulang supaya keberadaanya dan pengabdianya menjadi seorang guru bermakna bagi peserta didik. Selain itu perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah kepada status seorang guru supaya mendapatkan hak pengakuan ditengah arus digitalisasi dan disrupsi saat ini. Karena pada akhirnya, jasa guru yang sedemikian besar tidaklah terukur oleh apapun. Sedangkan sekadar ungkapan “terimakasih” tidaklah berarti jika tidak ada pemaknaan dan perhatian yang mendalam dalam jiwa kita.
Dengan begitu, abdi mereka tidak akan sia-sia dan dapat terukir selamanya dalam kehidupan kita.
Akhirnya, pada hari peringatan HGN tahun ini kita semua berharap semoga semua yang berjuang dalam pendidikan dapat mengatasi arus digitalisasi yang sdang berkembang dan menemukan solusi dalam kemelut arus tantangan zaman.
Juga semoga mendapatkan hak dan kelayakan yang selayaknya. Aamiin.(*)