Generasi Muda Jadilah “Manusia Sakti”, Oleh: Dr. Imam Mutasim, M.Pd

0
Dr. Imam Mutasim, M.Pd, Guru SMAN 1 Tumpang, Kab. Malang, Provinsi Jawa Timur.

Manusia yang sakti sanggup menghadapi tantangan zamannya walau berbahaya. Anakku dunia yang akan engkau hadapi tidak sama dengan dunia yang aku alami, makin berliku-liku, lika-liku mencari sekolah, lika-liku mencari nafkah tetapi jangan berkecil hati jadilah manusia sakti, cerdas, tabah, kreatif.

Baca Juga: 

Budaya Kolaborasi IMTAQ dan IPTEK Pada Generasi Penerus, Oleh: Dr. Imam Mutasim, M.Pd

Menatap Lukisan Budaya Melalui “Bahasa Politik”, Oleh Dr. Imam Mutasim, M.Pd

Dengarkanlah semboyanku. Setiap orang tua menginginkan kehidupan anak-anaknya kelak menjadi bahagia dan sejahtera. Untuk mencapai hal itu tentunya harus menjadi “Manusia Sakti”. Yaitu harus cerdas, tabah, dan kreatif.

Ada tiga ranah kecerdasan yang diperlukan oleh generasi muda yaitu kecerdasan intelektual (IQ) merupakan pengkualifikasian kecerdasan manusia yang didominasi oleh kemampuan daya pikir rasional dan logika.

Kecerdasan intelektual adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, daya tangkap dan belajar.

Orang dengan kecerdasan intelektual yang baik akan cenderung memilki daya ingat yang kuat, hal ini membuat mereka mampu mengingat hal-hal yang pernah dialami. Selain itu mereka akan belajar akan hal-hal tersebut ,dijadikannya pengalaman sebagai salah satu guru untuk membimbing dalam melangkah dalam menghadapi kehidupan selanjutnya ,kecerdasan ini dapat dikembangkan dengan cara membiasakan kegiatan membaca ,bermain teka teki ,melakukan kegiatan fisik, belajar matematika ,meluangkan waktu dengan istirahat yang cukup ,mengkonsumsi makanan bergizi, membangun interaksi dengan anak ,memberikan apresiasi proses belajar anak.

Tingkat kemampuan intelektual atau intelegensi anak akan membantu pembelajaran dalam menentukan apakah anak mampu mengikuti pengajaran yang diberikan, serta meramalkan keberhasilan atau gagalnya yang bersangkutan bila telah mengikuti pengajaran yang diberikan, menjadi faktor penting dalam menyelesaikan pekerjaan, mampu mempraktekkan ilmu yang dimiliki dalam menyelesaikan pekerjaan, contoh seorang karyawan bagian alat berat akan mampu berfikir secara figur, matematis, dana analitis dalam mempraktekkan ilmu engineering yang telah dikuasai untuk menyelesaikan pekerjaan.

Kecerdasan emosional juga penting yang akan mewarnai kehidupan anak kelak dikemudian hari. Emotional Intelligence kali pertama diperkenalkan oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer disebuah artikel pada tahun 1990. Kecerdasan ini merupakan yang cukup diperhitungkan di dunia pekerjaan agar setiap individu di dalam dunia kerjanya dapat memberikan hasil kerja yang berkualitas.

Dengan bahasa mudahnya, baik atau tidaknya pekerjaan yang dilakukan secara tidak langsung dipengaruhi oleh kualitas emosional intelligence yang dimiliki. Kecakapan khusus seperti empati, disiplin, dan inisiatif dapat memenuhi keberhasilan.

Kecerdasan emosional menentukan seberapa baik seseorang dalam menggunakan keterampilan yang dimiliki, termasuk keterampilan intelektual. Kecerdasan emosional menurut Goleman adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan kemampuan mengolah emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Selain kedua jenis kecerdasan diatas, adalah kecerdasan spiritual yaitu kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif.

SQ(Spiritual Quotient)merupakan fasilitas yang sangat membantu seseorang untuk mengatasi persoalan dan berdamai dengan persoalannya itu, dan menganggapnya sebagai hal yang biasa saja.

Kecerdasan ini mampu menghubungkan kita dengan makna dan ruh esensial dibelakang semua agama besar, seseorang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi mungkin menjalankan agama tertentu tetapi tidak berfikir exclusive, fanatik, dan prasangka, Generasi muda harus tabah, pengertian tabah adalah sebuah perilaku menerima nasibnya dengan sabar dan hidupnya dihadapi dalam keadaan tenang, kukuh terpancang dan tidak berubah, kukuh dalam kepercayaan dan ketetapan hati, serta loyal dan setia.

Insan yang tabah tidak akan tergoyahkan, tidak mudah terbawa dan tidak dapat dipindahkan atau dialihkan terutama kepada hal-hal yang sifat nya negatif. Ketika menghadapi persoalan atau masalah tidak mudah stres atau tertekan karena bisa mengelola emosi dan mengontrol diri agar tetap tenang.

Pribadi yang tabah biasanya kolaboratif, ketika menghadapi masalah yang tidak bisa diatasi sendiri misalnya,la terbuka untuk mencari bantuan yang dibutuhkan, dengan demikian masalah yang ada bisa diselesaikan dengan baik.

Punya tekad kuat, ini kecenderungan kedua, bisa memilih untuk bangkit lagi ketika mengalami kegagalan saat membuat kesalahan pun, punya semangat untuk memperbaikinya dan mengambil hikmah atau pelajaran dari kejadian yang ada.

Berikutnya adalah berpandangan positif. Ketika berhadapan pada situasi yang tidak menyenangkan akan berusaha untuk tetap melihat sisi baiknya sehingga tidak membuatnya terjebak dalam masa stres atau tertekan berlebihan, tetap mempunyai semangat untuk menjalani hidup sebaik mungkin.

Mudah beradaptasi, agar bisa bertahan melewati masa-masa sulit hidup. Mengingat setiap masalah dan persoalan hidup biasanya menghadirkan perubahan baru, sehingga tidak mudah menyerah atau putus asa.

Terakhir, pribadi yang tabah tentu berjiwa rendah hati bisa tetap tenang menghadapi situasi yang terjadi diluar keinginan atau harapan. Ini merupakan modal penting untuk menjadi pribadi yang lebih kuat. Generasi muda yang “sakti” harus kreatif, inovasi atau gagasan pastinya akan muncul dari cara berpikir kreatif. Seorang inovator berani mengambil resiko dengan menggunakan cara atau teknik produksi baru yang lebih baik dan kreatif.

Dengan demikian kreatif dalam konteks ini adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, berupa gagasan maupun karya nyata yang selama ini belum pernah ada, contoh berpikir kreatif meliputi analisis, keterbukaan pikiran, pemecahan masalah, organisasi dan komunikasi dan mampu mempertimbangkan sesuatu dengan cara baru Baca konten selengkapnya versi cetak di Tabloid Inspirasi Pendidikan Edisi 115

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News