Istilah kiai merujuk kepada sosok yang memiliki ilmu keislaman secara mendalam. Perilakunya adalah teladan bagi umat. Bahkan dalam konteks tertentu, pilihan politiknya juga menjadi kiblat dari umat.
Peran sosial dan ekonomi kiai bagi masyarakat sekitar juga tidak bisa dinafikan. Kiai, meminjam istilah Prof. Ngainun Naim (2022), memiliki posisi penting dalam sistem kehidupan sosial kemasyarakatan Indonesia.
Posisi ini tidak diperoleh secara sistemik dan sama pada setiap kiai. Proses perolehan otoritas seorang kiai dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkait-kelindan. Salah satu aspek penting yang menentukan otoritas seorang kiai adalah kualitas personal. Pada diri kiai sarat dengan teladan.
Bisa jadi teladan dalam kesederhanaan, ibadah, sosial, mengaji dan banyak aspek lainnya. Teladan ini menjadi inspirasi yang penting untuk diteladani oleh masyarakat luas. Namun secara umum belum banyak buku yang menulis biografi kiai. Padahal biografi kiai sangat penting.
Banyak sekali kiai yang telah memberikan kontribusi penting dalam berbagai bidang. Seiring waktu, kiprah ini bisa hilang ditelan sejarah. Tentu ini sangat disayangkan.
Teladan Hidup
Buku baru berjudul Kiai Gado-gado: Kisah, Kiprah dan Teladan yang ditulis Mukani tidak lepas dari spirit di atas. Pasalnya, tokoh yang ditulis adalah tokoh-tokoh penting, dengan jasa dan perannya cukup besar bagi pesantren dan bangsa.
Menurut Wasid Mansyur (2022), setidaknya ada dua hal penting keberadaan buku ini sehingga layak dibaca, diresapi maknanya dan ditangkap keteladannya untuk diamalkan pada konteks kekinian.
Pertama, kedalaman ilmu. Para tokoh yang ditulis dalam buku ini adalah sosok teladan dengan ilmunya yang mendalam sehingga mewarnai proses-proses beliau-beliau dalam beragama dan berbangsa.
Sebut saja misalnya, nama KH. Ma’shum Ali Jombang layak dikenal dengan baik, mengingat sanad keilmuannya sambung dengan guru sekaligus mertuanya Hadhratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari. Salah satu warisan karya Kiai Ma’shum Ali Jombang adalah al-Amstilah al-Tashrifiyah.
Baca Juga :
Disrupsi dan Pendidikan Indonesia Emas 2045, Oleh Amir Rifa’i
Kitab ini dipandang kitab yang sangat populer di kalangan para santri, yang selalu dibaca dan dihafalkan untuk memperkuat ilmu alat dalam membaca teks-teks Arab sebab kitab ini mengulas tentang ilmu sharaf. Ulasan Sahabat Mukani kaitan dengan ini cukup “apik” sehingga layak untuk dibaca, walau perlu ada proses penulisan secara utuh tentang beliau dalam bentuk buku.
Kedua, kebijaksanaan dalam bersosial. Kedalaman ilmu yang dimiliki dalam tokoh yang dibahas dalam buku ini menghadirkan para tokoh pesantren ini memiliki kebijaksanaan dalam bersosial.
Nama Gus Dur dalam konteks ini adalah contoh yang sudah dikenal, walau semakin menarik ulasan Sahabat Mukani dengan mengaitkan Gus Dur dengan fenomena hoaks yang melanda kita saat ini.
Spirit perjuangan yang dilakukan oleh Gus Dur tentang demokrasi dan toleransi beragama, sebagaimana dijelaskan dalam buku ini, memiliki tantangan tidak ringan seiring dengan maraknya hoaks atas nama agama.
Hoaks ini sangat berbahaya dalam rangka melahirkan adu domba sesama anak bangsa.
Karenanya, kalangan milennial harus menjadi garda terdepan mewalan hoaks. Sebab dengan ini warisan keteladanan Gus Dur akan abadi mengiringi harmonisasi antar umat dalam bingkai NKRI.
Masih banyak profil singkat dari kiai dan ibu nyai yang dibahas dalam buku Kiai Gado-gado ini. Mulai kiai dengan kapasitas di dunia internasional hingga kiai kampung yang tidak popular di jagad bumi.
Berbagai keteladanan dan spirit perjuangan akan dengan mudah diperoleh dari buku ini.
Penerbitan buku semacam ini dipandang semakin perlu di tengah zaman yang semakin mengglobal. Pertarungan di dunia nyata, terutama di dunia maya, makin kentara dalam perkembangannya.
Generasi era milenial tentu menginginkan segala sesuatunya berjalan secara cepat, bahkan cenderung instant Baca konten selengkapnya di Tabloid Inspirasi Pendidikan