Cukai Rokok Naik 12,5 Persen

0
Foto : Ist

Malang, IP-Pemerintah resmi menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun 2021. Besarnya 12,5 persen.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan bahwa kebijakan ini berlaku mulai 1 Februari 2021. Kebijakan ini selaras dengan visi-misi Presiden RI yaitu “SDM Maju, Indonesia Unggul.”

Kenaikan ini tidak hanya wujud komitmen pemerintah dalam pengendalian konsumsi demi kepentingan kesehatan, melainkan juga perlindungan terhadap buruh, petani, dan industri. Sekaligus melihat peluang dan mendorong ekspor hasil tembakau Indonesia.

Kepala Dirjen Bea Cukai Jatim II, Oentarto Wibowo, memaparkan ada beberapa pokok kebijakan cukai hasil tembakau tahun 2021. Yaitu: (1) Hanya besaran tarif cukai hasil tembakau yang berubah, mengingat tahun 2021 merupakan tahun yang berat bagi hampir seluruh industry, termasuk industri hasil tembakau; (2) Simplifikasi digambarkan dengan memperkecil celah tarif antara sigaret kretek mesin (SKM) golongan II A dengan SKM golongan II B, serta sigaret putih mesin (SPM) golongan II A dengan SPM golongan II B; serta, (3) besaran harga jual eceran di pasaran sesuai dengan kenaikan tarif masing-masing.

Tidak seperti tahun sebelumnya, lanjut dia, tahun ini pemerintah hanya menetapkan rata-rata tertimbang dari kenaikan tarif cukai per jenis rokok sebesar 12,5 persen. Lebih rendah dibanding kebijakan tahun sebelumnya sebesar 23 persen.

Pemerintah juga telah menetapkan untuk tidak menaikkan tarif cukai sigaret kretek tangan (SKT), berdasarkan pertimbangan situasi pandemi dan serapan tenaga kerja oleh industri hasil tembakau (IHT). “Artinya, kenaikan SKT hanya 0 persen,” jelas Oentirto.

Secara rinci, kenaikan tarif cukai SKM adalah 16,9 persen untuk golongan I, 13,8 persen untuk golongan II A, dan 15,4 persen untuk golongan II B. Sedang jenis SPM adalah 18,4 persen untuk golongan I, 16,5 persen untuk golongan II A, dan 18,1 persen untuk golongan II B.

“Kebijakan ini diambil pemerintah melalui pertimbangan terhadap lima aspek, yaitu kesehatan terkait prevalensi perokok, tenaga kerja di industri hasil tembakau, petani tembakau, peredaran rokok ilegal, dan penerimaan,” tambahnya.

Berangkat dari kelima instrumen itu, Oentirta percaya pemerintah berupaya menciptakan kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang inklusif. Kebijakan itu diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap masing-masing aspek pertimbangan.

Selanjutnya Oentirta berharap, pada aspek kesehatan, kenaikan tarif akan menaikkan harga jual yang akan berdampak pada pengendalian konsumsi rokok, adanya penurunan prevalensi merokok dari 33,8 persen menjadi 33,2 persen di tahun 2021.

“Selain itu, diharapkan pula penurunan prevalensi merokok anak golongan usia 10 hingga 18 tahun yang ditargetkan turun menjadi 8,7 persen di tahun 2024 dari 9,1 persen di tahun 2020,” ujarnya.

Tidak hanya kesehatan, aspek ketenagakerjaan turut menjadi perhatian pemerintah, dengan melindungi keberadaan industri padat karya dalam penyusunan kebijakan cukai hasil tembakau 2021. Format kebijakan di atas tetap mempertimbangkan jenis sigaret (terutama SKT) yang sangat berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja langsung sebesar 158.552 orang.

Sementara untuk aspek pertanian, besaran kenaikan tarif cukai memperhatikan tingkat serapan tembakau lokal. Karena itu, kenaikan tarif cukai sigaret kretek lebih rendah dari kenaikan tarif cukai sigaret putih, bahkan SKT tahun ini tidak mengalami kenaikan.

“Diharapkan, tingkat penyerapan tembakau lokal dapat terjaga, mengingat terdapat lebih dari 526 ribu kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya dari pertanian tembakau,” pungkasnya.(cay)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News