Malang, IP – Tak mudah mempertahankan dan menjalankan seni tari tradisional di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini. Pandemi telah membuat ruang gerak penggiat tari menjadi terbatas. Perubahan dan penyesuaian mau tidak mau harus dilakukan agar sanggar tari mampu melanjutkan kegiatan latihan tanpa mengesampingkan protokol kesehatan.
Sanggar tari Sriwedari adalah salah satu sanggar yang merasakan perubahan berarti akibat adanya pandemi Covid-19.
Sanggar yang terletak di Jalan Kepundung no 43, Malang ini telah melakukan beberapa kali pergantian sistem mengajar untuk menyesuaikan diri selama masa pandemi.
Baca Juga : Belajar Tari Bapang Jadi Hiburan di Tengah Pandemi
“Karena pandemi, banyak perubahan yang kami rasakan mulai dari sistem mengajar sampai kebijakan bagi perform tarinya itu sendiri,” ungkap Olin, pendiri sanggar tari Sriwedari.
“Untuk sistem mengajar, kami beberapa kali melakukan perubahan. Kami sempat mengajar secara online dengan dua metode yaitu video yang kami sebar di setiap kelas dan ada juga pertemuan online. Namun setelah dievaluasi, keduanya ternyata tidak efektif,” tambahnya.
Olin menjelaskan bahwa pertemuan online dirasa malah membuat orang tua di rumah semakin kerepotan. Karena hal itu, Olin memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan pertemuan online dan menghentikan seluruh kegiatan latihan selama kurang lebih 6 bulan.
Baca Juga : Upaya Sanggar Tari Lenggang Dara Hidupkan Tiap Gerakan Tari
Terhentinya kegiatan latihan selama 6 bulan tak lantas membuat pendiri sanggar itu berdiam diri dan pasrah dengan keadaan.
Olin mencoba untuk tetap aktif membagikan ilmunya melalui platform Youtube, Instagram, hingga Tiktok. Dalam platform tersebut, Olin mencoba untuk berkreasi dengan membagikan video tari dan tutorial sederhana.
Beriringan dengan itu, permintaan mengajar secara online juga kembali diterima.
“Setelah 6 bulan off, kami dimintai tolong oleh Mercusuar Kids untuk mengajar secara online. Karena itu, kami akhirnya mulai belajar mengenai segala hal tentang online ways to teach,” jelas Olin, Minggu (6/3/2022).
Sejak saat itu, sanggar yang berdiri sejak 2018 ini mulai menerima pengajaran online. Namun hanya dengan sistem invite, bukan untuk kelas reguler.
Baca Juga : Pemuda diharapkan Bisa Lestarikan 23 Ragam Kesenian Kota Batu
Saat ditanya mengenai perubahan jumlah peserta dan pengajar akibat pandemi, Olin menerangkan bahwa jumlah peserta di kelas anak berkurang 50-100 persen saat pandemi gelombang pertama dan kedua. Namun saat pandemi sudah mulai terkendali, jumlah peserta dapat dibilang kembali normal di usia yang middle hingga up.
Kemudian untuk pengajar, Olin mengungkap bahwa ada penambahan jumlah pengajar namun tidak berkaitan dengan pandemi, melainkan karena para pengajar yang lain mulai mengembangkan aktivitas di luar mengajar tari.
Seiring berjalannya waktu dan melandainya kasus Covid-19, sanggar tari Sriwedari memberanikan diri untuk membuka kelas offline bagi remaja pada pertengahan 2020 dengan protokol kesehatan yang ketat dan jumlah peserta yang hanya 50 persen. Hal itu dilakukan karena Olin merasa bahwa pengajaran online tidak efektif bagi area seni dan tari.
Baca Juga : Handoyo : Belajar Kesenian Harus Dari Sumbernya Langsung
Setelah kelas offline bagi remaja sudah berjalan beberapa waktu dan sekolah dengan sistem hybrid mulai dijalankan, Olin bersama dengan beberapa pengajar tari kemudian menawarkan orang tua untuk membuka lagi kelas offline untuk anak.
“Saya menanyakan pada orang tua apakah mereka memperbolehkan anaknya untuk mengikuti kelas offline atau tidak. Ternyata mereka mau dengan make sure anak-anak hadir dalam kondisi sehat, selalu memakai masker, dan tidak boleh membawa makanan dan minuman,” jelas Olin.
Keputusan itu kemudian disetujui oleh semua pihak karena mereka juga khawatir dengan kecenderungan anak yang senang berbagi makan dan minumnya dengan teman lain.
Baca Juga : Tarik Minat Wisatawan, KTH Laksanakan Festival Batik Sukun
Lalu mengenai lomba dan event, Olin mengungkapkan bahwa selama pandemi, lomba-lomba secara umum kini beralih kemasan. Yang biasanya offline, kini kebanyakan perlombaan tari sudah dikemas dengan konsep virtual.
Acara-acara umum yang bersifat massal juga sudah sama sekali tidak ada. Tetapi, untuk undangan perform di pernikahan, opening meeting, atau gathering company masih berjalan dengan selalu update mengenai prokes.
Olin menceritakan bahwa ia sudah mengalami beberapa transisi untuk perform. Mulai dari semua penari harus rapid test, penari harus menggunakan masker N95, kemudian transisi ke penggunaan face shield, sampai mulai bisa menari tanpa masker namun harus sudah melakukan vaksinasi sebanyak 2 dosis.
“Jadi kunci dari sanggar untuk menyesuaikan diri selama pandemi adalah menjadi fleksibel dengan menyesuaikan protokol kesehatan, update kebijakan pemerintah, dan belajar teknologi untuk bisa sharing secara online,” pungkas Olin. (Foto: Piscella Kusuma/IP).
Pewarta : Piscella Aisa Kusuma/IP