Pojok Literasi, IP – Penemuan situs candi di Dukuh Srigading, Kelurahan Kalirejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, memberikan petunjuk baru sejarah di wilayah Jawa Timur.
Bahkan dengan penemuan ini, berpotensi menggambarkan perkembangan Hindu Siwaistis.
Situs candi diperkirakan memiliki bagian tubuh serta atap yang kemudian runtuh menutup seluruh kaki pada semua sisi. Candi yang semula terkubur tanah itu sudah diketahui keberadaannya sejak 1986.
Penggalian situs bersejarah ini dilakukan berdasarkan temuan berupa Cegumuk yang merujuk gundukan tanah. Selain itu di sekitarnya berserakan batu bata dengan ukuran cukup besar.
Baca Juga : Festival Kampoeng Tjlaket 2017 Kota Malang, Panggung Budaya Indonesia
Di atas Cegumuk tersebut ditemukan sebuah Lingga, Yoni dan tiga arca yang biasa dikenal sebagai Durga, Nandi tanpa kepala dan Dwarapala.
Setelah menemukan gundukan beserta sejumlah arca, Suryadi melaporkan kepada Dinas Purbakala yang ada di Mojokerto namun tidak ada tindak lanjut.
Hingga pada tahun 2011 terdapat upaya pencurian, namun berhasil digagalkan. Akhirnya pada awal Februari 2022, Balai pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur melakukan ekskavasi situs tersebut.
Baca Juga : Kirab Budaya dalam Peringatan Haul Eyang Djoego ke-147, Sakral, Atraktif dan Kreatif!
Situs candi ini tidak berorientasi pada arah utara sesuai kompas. Namun diduga menghadap ke arah timur, atau berorientasi pada Gunung Semeru dan membelakangi Gunung Arjuno.
Penamaan situs candi ini dikaitkan dengan nama dusun yakni Situs Candi Srigading. Candi tersebut dulunya dianggap sebagai bangunan suci atau peribadatan.
Berkaitan dengan keunikan Malang yang banyak ditemukan candi mengungkapkan fakta baru, bahwa Malang sudah terdapat peradaban bahkan sebelum Singosari. Dibuktikan dengan Mpu Sindok yang memindahkan Kerajaan Mataram kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
“Untuk kisahnya itu yang perlu kita tahu terutama dari penemuan-penemuan dan pendukung bahwa Malang memiliki peradaban yang panjang, bahkan tidak semua kota memiliki,” ungkap Arkeolog BPCB Jawa Timur Wicaksono Dwi Nugroho.
Baca Juga : Kota Batu Sukses jadi Tuan Rumah JAF 2021
BPCB Jawa Timur memperkirakan, Situs Candi Srigading dapat menjadi bukti baru bagi para ahli untuk melengkapi sejarah dari Prasasti Linggasutan yang ditemukan di Desa Lowokjati, tidak jauh dari Desa Srigading.
Prasasti Linggasutan saat ini berada di Museum Nasional dengan nomor inventaris D103. Dalam prasasti ini disebutkan bahwa Rakai Hujung meminta kepada Sindok untuk di bebas pajak, pembiayaan dari bangunan Batera I Walandit, atau bangunan suci di wilayah Walandit.
Informasi BPCB Jatim Ekskavasi pertama menggali bagian utara dan barat candi yang dilakukan pada 7- 12 Februari 2022. Pada tahap ini Tim BPCB menemukan fragmen relief dan batu ratna atap candi. Sedangkan ekskavasi dua dilangsungkan pada 21-26 Februari 2022. Dalam Ekskavasi tersebut ditemukan dua buah arca Nandiswara dan arca Mahakala.
Baca Juga : Farel Akasa, Dalang Cilik Asal Singosari yang Berprestasi dan Tetap Mengaji
Selain arca, BPCB menemukan Lingga tengah candi, dua batu relung, satu buah ambang candi dan beberapa ornamen relief serta fragmen patahan.
Wicaksono lantas menyatakan, target ekskavasi ketiga masih pada pembukaan sisi utara dan bagian tengah “Bentuk bata yang masif menjadi kendala saat ekskavasi dan harus dilakukan perlahan-lahan karena banyak temuan di bawah runtuhan. Ditambah musim hujan yang menjadikan proses ekskavasi harus berhenti beberapa kali,” katanya.
Ekskavasi ini akan dicukupkan sampai pada tahap ketiga dan diusahakan menampakkan semua sisi agar dapat menghitung kebutuhan ruang bagi pelestarian candi. Untuk pengembangannya perlu koordinasi lanjut karena lahan masih milik masyarakat.
“Mungkin untuk saat ini Pemkab Malang minimal menyewa lahan candi terlebih dahulu sampai menunggu proses pembebasan lahan,” tambahnya.
Baca Juga : Edukasi Permainan Tradisional dengan Event Kampung Dolanan
Pemkab Malang perlu melakukan pemagaran terlebih dahulu. Setelah status lahan jelas, maka dapat dilakukan tahap pemugaran.
Situs Candi Srigading perlu didaftarkan sebagai cagar budaya agar nantinya dapat dilestarikan dan dimanfaatkan bagi pendidikan maupun wisata.
Pelestarian sebuah bangunan cagar budaya dibutuhkan komitmen yang tinggi tidak hanya dari pemerintah daerah namun juga masyarakat setempat.
Agar nantinya pengelolaan situs budaya bisa berjalan secara berkelanjutan. (Foto: Vranola Ekanis Putri/IP)