Kemenko PMK mengadakan Gerakan Nasional Revolusi Mental dalam Pembangunan Manusia Inklusif

0
MlangTIMES

Inspirasi Pendidikan – Bicara soal Memarginalkan atau membeda bedakan suatu golongan atau kalangan tertentu itu tidaklah baik. Gerakan inklusi sosial dengan berperilaku inklusif dan lebih peduli terhadap kelompok termarginalkan harus dilakukan oleh semua perguruan tinggi di Indonesia.

Inklusi sosial sendiri berarti tidak ada yang ditinggalkan. Termasuk mereka dengan latar belakang yang berbeda.

dilansir dari MalangTIMES, Perilaku inklusif inilah yang saat ini gencar disosialisasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).Bekerja sama dengan Universitas Brawijaya (UB), Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan (LPKP) yang mengimplementasikan program peduli, Kemenko PMK mengadakan Gerakan Nasional Revolusi Mental dalam Pembangunan Manusia Inklusif: Menuju Indonesia Inklusif Setara, Semartabat di auditorium Widyaloka UB, Selasa (27/8/2019).

“Kontribusi dan dukungan masyarakat agar tidak mendiskriminasi dan menstigma kelompok komunitas tertentu sangatlah penting untuk mewujudkan Indonesia yang inklusif, setara, semartabat,” ujar penanggung jawab Gerakan Nasional Revolusi Mental di tingkat nasional, Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Masyarakat, Desa dan Kawasan Kemenko PMK Sonny Harry B. Harmadi.

Pihaknya ingin memastikan pembangunan yang berkualitas, yakni pembangunan yang inklusif tersebut. Kelompok komunitas tertentu yang dimaksudnya sendiri terbagi atas beberapa kelompok.

“Misalkan, mereka yang kurang beruntung (penyandang disabilitas), anak-anak pekerja migran yang tidak diinginkan, anak-anak yang masuk dalam penjara, dan seterusnya. Ada beberapa kelompok,” jelasnya.

Nah, kampus yang dihuni oleh para cendekiawan menjadi panutan di masyarakat. Mereka akan melakukan ketok tular. Mengingatkan seluruh masyarakat di lingkungannya agar tidak diskriminatif.

“Tugas kita adalah mengajak kampus-kampus untuk tidak melakukan diskriminasi, untuk memberdayakan mereka, memberi kesempatan yang sama bagi mereka untuk belajar, untuk bekerja, ataupun juga memperoleh pelatihan bekal hidup,” ucapnya. “Bagaimana mungkin mereka yang kurang beruntung tadi bisa keluar dari kesulitannya kalau kita tidak mengajak mereka. Mereka harus berdaya,” imbuh Sonny.

Gerakan inklusi sosial melalui warga kampus dinilainya sangat efektif. Terutama ketika mahasiswa melakukan KKN, pengabdian masyarakat, penelitian-penelitian, dan seterusnya. “Termasuk menyediakan infrastruktur yang ramah bagi difabel,” imbuhnya.

Lebih lanjut Sonny menjelaskan, semua orang mempunyai kesempatan, termasuk para penyandang disabilitas. Mereka pun tidak menginginkan kondisi tersebut. Sehingga kita harus membuat mereka mampu untuk mandiri dan berdaya. Caranya yakni dengan tersedianya infrastruktur yang mendukung. Nah, kampus-kampus lah yang menjadi contoh dari penyediaan infrakstruktur yang ramah difabel.

“Sesuai yang disampaikan presiden, kita ingin pengembangan yang berkeadilan adanya SDM yang unggul untuk Indonesia maju. SDM unggul tidak hanya berpendidikan tinggi dan memiliki fisik yang sehat tetapi yang punya hati dan jiwa Indonesia. Untuk apa pendidikan tinggi tetapi menjadi benih-benih perpecahan bangsa,” pungkasnya. (cyn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News