Pembelajaran daring merupakan model pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang digunakan oleh satuan pendidikan dari TK, SD, SMP, SMA bahkan Perguruan Tinggi (PT) selama masa pandemi Covid-19, sesuai peraturan yang dibuat pemerintah terkait pandemi Covid-19. Tentunya kebijakan itu berpengaruh kepada sistem pendidikan,, terutama penerapan kurikulum.
Berdasarkan keputusan Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Perbukuan Nomor 018/H/KR/2020 tentang Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD), pelajaran pada kurikulum 2013, untuk Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, dibenarkan untuk melakukan diversifikasi atau penyederhanaan degan mengajarkan KD-KD esensial.
Kepala Sekolah SMP Diponegoro Kota Batu Yuni Purwaningsih menyatakan bahwa perampingan mata pelajaran yang harus diberikan kepada siswa selama ada pandemi, mengalami perubahan. “Bukannya perubahan kurikulum yang kami lakukan, lebih tepatnya semacam diversifikasi atau penyederhanaan dengan mengajarkan KI-KD esensial,” jelas dia.
Penyederhanaan kurikulum ini, menurut Yuni dianggap sebagai solusi paling logis dalam situasi pandemi covid-19, meski diakuinya menyisakan kendala-kendala. “Dengan materi yang kita ringkas, disampaikan melalui online, ini bisa saja tidak sampai kepada siswa karena pada beberapa pengalaman, justru orangtua menyuruh anak-anak melakukan kegiatan lain selama pembelajaran daring. Selain itu, anak-anak juga sudah mulai bosan belajar di rumah,” terang Yuni.
Ketua Guru Pendamping Khusus (GPK) Firdiani Yuliana berpandangan, jika keterlibatan dan peran orangtua murid di rumah selama pembelajaran daring harus dominan. “Kondisinya memang tidak memungkinkan untuk tatap muka. Jadi tinggal bagaimana guru dan orangtua siswa lebih lebih proaktif melakukan pendampingan belajar anak. Namun kami juga memiliki langkah-langkah penanganan untuk kendala ini dengan home visit,” kata Diana panggilan akrabnya.
Menariknya, Diana justru melihat perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di SDN Junrejo 1 mengalami peningkatan dalam segi penerimaan pembelajaran, karena faktor lebih maksimal dengan orangtua di rumah. “Anak-anak kami yang authis dan tuna daksa, justru mengalami perkembangan signifikan. Karena mereka lebih maksimal dengan orangtua. Kalau dulu, cenderung orang tua pasrah kepada guru, kini mau tidak mau orang tua belajar lebih sabar dan kreatif dalam memberikan assessment kepada putr putrinya,” pungkas dia. (doi)