MMI, Dari Galeri Musik Biasa menjadi Museum

0

Malang, IP – Museum Musik Indonesia (MMI), terbentuk secara legal sejak Bulan September 2016. Namun sebenarnya MMI mulai dirintis pendiriannya sejak Agustus 2009 silam, dengan nama awal Galeri Malang Bernyanyi. Museum musik yang terletak di Jl. Nusakambangan No.19, Kasin, Kec. Klojen ini dirintis oleh Hengki Herwanto.
Hengki menuturkan, motivasi pendirian MMI bermula dari hobi menkoleksi berbagai dokumentasi yang berhubungan dengan musik. Baik rekaman, majalah, hingga instrumen musik.

Dari hobi yang kemudian dituangkan dalam bentuk galeri musik ini, langsung mendapat respons yang cukup baik dari masyarakat.

Terbukti dari banyaknya masyarakat yang menyumbangkan koleksinya hingga sekarang.
“Setelah banyak sumbangan, kita mulai berpikir merumuskan tujuannya. Dengan adanya sumbangan dari masyarakat berarti ada amanah yang harus dijaga, takutnya nanti masyarakat mengira koleksi sumbangan malah dijual.

“Sehingga kita mencoba merumuskan, yang sekarang menjadi visi kita yaitu menjadi pusat dokumentasi karya musik di Indonesia” ungkap Ketua MMI tersebut
Dia menambahkan, koleksi MMI bukan hanya khusus malang, melainkan se-Indonesia. Selain itu, bukan hanya musik Indonesia yang menjadi pilar utama, tetapi banyak masyarakat juga menyumbangkan koleksi dokumentasi musik mancanegara.
“Sehingga kami tetap menjadikan musik Indonesia sebagai pilar utama dan musik mancanegara sebagai pelengkap,” terangnya.

“Karya musik berarti karya dari para musisi Indonesia baik berbentuk rekaman CD, piringan hitam maupun kaset. Kemudian ada instrumen musik daerah, buku, majalah yang terkait dengan musik, dan aksesoris seperti busana, stiker, foto, dan barang barang memorable lainnya” tandas pria gondrong ini
MMI yang saat ini dikelola sembilan orang ini telah memiliki koleksi lebih dari 35.000 karya musik. Sebagian besar koleksi berupa rekaman, seperti kaset, CD dan piringan hitam berjumlah 25.000. Sedangkan sisanya berbentuk buku majalah, instrumen musik, hingga aksesoris musik.

Menjaga Koleksi Majalah Musik dengan Digitalisasi
Khusus majalah musik, MMI berupaya menjaga koleksi dengan cara melakukan digitalisasi. Terhitung sudah dua kali MMI melakukan proses digitalisasi majalah musik. Pertama dilakukan untuk Majalah Aktuil, yakni masalah musik di era tahun 60 sampai 70 an. Berjumlah200 majalah.
Kedua adalah digitalisasi delaman jenis majalah musik Indonesia yaitu Diskorina (Yogya), Favorita (Surabaya), Paradiso (Surabaya) serta Junior, Star, Top, Varia Nada dan Vista, kelimanya terbit di Jakarta. Dilaksanakan akhir bulan Desember lalu, sejumlah 200 edisi majalah musik. Untuk pembiayaan di bantu oleh UNESCO.
“Digitalisasi yang dibantu oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Semua majalah itu sudah di digitalisasi dan sudah bisa dilihat pada website kita.
Total ada 400 majalah. Kalau ada yang membantu dalam pembiayaannya, mendatang ingin menambah lagi digitalisasi majalah musik ini” ujar Hengki
Menurutnya proses digitalisasi sebenarnya sederhana. Tetapi menghabiskan banyak tenaga, waktu, dan pemikiran. Majalah awalnya dikumpulkan terlebih dahulu, hingga berjumlah 200 edisi. Lalu majalah di-scan satu per satu.
Hasil scan akan digabungkan menjadi 1 majalah berbentuk file pdf. Satu majalah berisi 40 sampai 80 halaman.

“Lalu kita buatkan daftar isi, judul, halaman, bahkan pengarangnya juga kita tulis.
Karena itu bentuk apresiasi kita terhadap pengarang atau fotografer. Semua majalah itu bisa diakses di website nya MMI (museummusikindonesia.id) oleh masyarakat umum secara gratis” pungkasnya. (was)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News