Awalnya seorang ustaz yang juga dosen di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang membeli rumah di Jalan Tirto Praloyo, Gang Kramat, Dusun Klandungan, Landungsari, Kec. Dau, Malang. Siapa sangka dari rumah tersebut berubah mnejadi sebuah pesantren yang diberi nama Mambaus Solihin.
Peletakan batu pertama sekaligus peresmian dilakukan pada Agustus 2018 lalu oleh gurunya sendiri, Kyai Masbuhin Faqih, Pengasuh PP Mambaus Solihin, Suci, Gresik
Pondok asuhan Ustaz Nasrulloh yang akrab disapa Buya ini, satu tahun kemudian, tepatnya Oktober 2019 mendapat seorang santri.
“Dulu masih satu lantai, dan hanya Alam santrinya. Santri pertama dan satu-satunya,” katanya menyebut nama santri pionernya.
Enam bulan kemudian satu per satu muncul santri menghuni ponpes ini hingga sekarang total santri yang mukim ada 23 orang.
“Dua orang di antara mereka sudah menyelesaikan hafalan (Qur’an),” jelas ustaz yang pernah mengenyam pendidikan di negeri Syam.
Buya lantas menjelaskan, salah satu kewajiban santri yang tak boleh absen yakni membaca wirid sebab. “Wirid yang biasa dibaca usai salat berjamaah ini bisa menjadi bekal untuk membentuk santri saleh secara spiritual,” tuturnya seraya menyebut Wirdul Latif dibaca usai salat Subuh, kemudian pembacaan Rotibul Atas usai salat Ashar, dan Rotibul Hadad dibaca usai salat Maghrib.
Sebagai dai atau mubaligh, menurut Buya tidak cukup hanya hafal Quran, namun harus memahami arti dan maknanya. Hal inilah yang menjadi program unggulan PP Mambaus Solihin yakni tahfidz Al-Quran beserta artinya.
Maka kajian tafsir rutin diadakan.
Seperti Kalo pagi ada kajian Tafsir Jalalain, Hadis Ahkam, Fadhoilul Quran,nahwu dan shorof tiap minggu.
“Santri Mambaus Solihin wajib berbicara bahasa Arab. Selain menghafal Quran, para santri juga ditanya kata dari ayat yang dihafalkan.
Tujuannya untuk memahami Al-Quran dan menambah mufrodat agar dapat berbicara bahasa Arab,” lanjut Buya.
Dengan banyaknya program yang diberikan kepada santri, Buya mengatakan agar dapat mencetak santri yang alim, shalih dan kafy yang bisa berdakwah. “Alim menjadi pinter, tahu, mengerti keilmuan. Shalih yakni saleh secara individual dan sosial. Kafy yakni terampil dalam berbagai hal,” jelasnya.
Yang menarik, di antara santri ada yang terampil dalam puisi, edit video. “Sudah saya kasih dogma agar bersedia menjadi dai, pendakwah. Jadi profesi apapun harus mempunyai mental pendakwah. Di sini tempatnya menempa saleh spiritual dan sosial yang profesional,” jelas Buya lagi.
Untuk memantik ide dan gagasan yang kekinian, talkshow menjadi agenda yang rutin diadakan. Talkshow akan membahas apa saja masalah-masalah sehari-hari. “Bersama-sama santri membahas agar memiliki ide yang bagus dan update, menjadi akademisi yang tau pengetahuan mutakhir. Juga kiat-kiat agar santri bisa berprestasi secara akademik di samping hafal Quran.
Jangan jadikan proses menghafal Quran sebagai alangan untuk berprestasi,” tandas Pengasuh PP Mambaus Solihin Li Tahfidzil Quran.
Di masa pandemi, Buya mengatakan justru intensitas santri mengaji meningkat. Hampir di setiap sudut pondok dan masjid membaca Al-Quran.
Selain menghafal Quran, para santri dibimbing untuk menulis artikel ilmiah. Hal ini untuk menunjang pribadi santri menjadi akademisi.
Di Mambaus Solihin, membaca Al-Quran harus dengan tartil.
Secara pendidikan, Buya ketat terhadap ilmu namun toleran.
“Kesalahan-keesalahan kecil yang tidak menjadi masalah besar bagi pengasuh tidak apa-apa, namun jika sudah salah dalam ilmu, ia sangat keras mendidik,” pungkasnya.(cay)