Pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran yang ditandatangani Mendikbud Nadiem Makarim pada 1 Februari 2021, terkait peniadaan Ujian Nasional (UN). Keputusan ini dinilai tepat demi tujuan pendidikan nasional, yakni menyiapkan peserta didik yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur.
Pakar pendidikan, Prof Dr Mohamad Amin M.Si menyatakan, profilisauka Universitas Negeri Malang mengusulkan tidak menggunakan minimum dalam AKM (Assessment Kompetensi Minimum) sebagai pengganti UN. Tetapi, lebih kepada assessment kompetensi mendasar. Karena di situ ada aspek literasi dan aspek numerasi.
“Profilisauka Universitas Negeri Malang (UM) mengusulkan bukan minimal, tetapi mendasar pada AKM pengganti UN. Karena UN yang diukur adalah mata pelajaran, tetapi ini tidak. Yang diukur adalah satuan pendidikan,” ujar pengajar di Universitas Negeri Malang (UN) ini, Minggu (21/2)
Amin memprediksi, akan terjadi perbedaan dengan penerapan AKM sebagai pemetaan bagaimana mengembangkan satuan pendidikan di masa depan. Bukan lagi pemetaan kelulusan peserta didik. Gampangnya, UN mengukur standar kelulusan siswa, jika AKM mengukur standar kelulusan secara menyeluruh.
“Zaman saya sekolah, UN bukan menjadi sebuah hal spesial. Semua kemudian berubah ketika UN dianggap spesial karena menjadi tolak ukur kelulusan peserta didik. Begitu gegap gempita ketika menjelang pelaksanaan UN. Sampai-sampai para orangtua kebingungan bagaimana menyiapkan putra-putrinya agar dapat lulus UN,” kata dia.
Terlalu sederhana, lanjut Amin, ketika membuat UN sebagai ukuran kelulusan karena hanya beberapa mata pelajaran yang diuji, dan itu tidak adil. Maka dari itu ada sebuah solusi menurut pertimbangan, bisa memetakan pendidikan secara komprehensif melalui AKM itu. Dengan memetakan satuan pendidikannya bukan siswanya. “Kalau ditanya, saya selalu mendukung kebijakan pemerintah, mendukung jika itu baik. Memang beda sasaran, tujuan dari AKM dan UN,” ungkap Ketua Dewan Riset Kabupaten Malang ini.
Tujuan pendidikan nasional, masih kata Amin, adalah menyiapkan peserta didik yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, cerdas, dan terampil. Jadi lebih mengedepankan bertaqwa kepada Tuhan dengan pendidikan karakter peserta didik.
“Kalau UN hanya mata pelajaran, misalnya IPA, Matematika. Bagaimana itu mensinkronkan dengan ketaqwaan dan budi pekerti luhur. Jadi pandangan berbeda. Bukan pendukung pemerintah, bukan. Saya coba merasionalkan saja,” pungkasnya. (doi)