Sejak beberapa tahun lalu, pendidikan inklusi sudah dicanangkan oleh Pemkot Kota Malang. Pendidikan inklusi diterapkan dengan cara pembentukan kelas-kelas inklusi di sekolah yang sudah mengantongi izin dari pemerintah. Kelas inklusi sendiri merupakan kelas yang digunakan untuk memberikan pengajaran bagi anak berkebutuhan khusus (ABK).
Sebenarnya sejak tahun 2011, Kota Malang sudah menjadi Kota Inklusi.
Bahkan Wali Kota Malang meengaskan, SD dan SMP tidak boleh menolak anak berkebutuhan khusus. Hanya saja yang menjadi pekerjaan rumah (PR) saat ini adalah pada transfer pengetahuan kepada guru inklusi yang ditugaskan di masing-masing sekolah.
Pengetahuan itu berkaitan dengan masalah psikologi ABK, sehingga diharapkan sekolah inklusi bisa memfasilitasi ABK dalam hal memperoleh pendidikan.
Terkait inklusi ini Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang, Suwarjana, menjelaskan bahwa Kota Malang sudah memiliki PLA (Pusat Layanan Autis) yang berada di dekat Block Office Kota Malang. Tidak hanya itu sekolah-sekolah juga diwajibkan untuk menerima siswa inklusi.
“Hanya saja nanti kami titik beratkan di tahun 2022 ini, untuk menambah diklat atau pun transfer pengetahuan terhadap SDM (Sumber Daya Manusia) yakni guru terkait dengan penanganan inklusi,” beber Suwarjana
Menurutnya, hal itu dilakukan karena penanganan siswa inklusi (ABK) memiliki cara-cara khusus seperti dengan menyediakan shadow, GPK (Guru Pendamping Khusus), hingga metode pembelajaran yang tentunya berbeda.
Dengan fokus semacam itu, pihaknya berharap dapat memberikan pendidikan yang maksimal bagi siswa inklusi.
Dengan begitu mendatang mampu melahirkan output yang positif, baik bagi orang tua maupun siswa secara khusus.
“Karena prinsip kami, masyarakat yang punya ABK bisa menyekolahkan anaknya di sekolah dengan biaya murah atau bahkan gratis,” pungkasnya. (was)