Kurikulum 2013 merupakan sebuat perangkat pembelajaran yang memiliki karakteristik berbasis tematik yaitu kurikulum yang memuat seperangkat kompetensi inti dan kompetensi dasar yang dihubungkan berdasarkan tema. Tema – tema pada pembelajaran kurikulum 2013 masih dijabarkan lagi berdasarkan beberapa sub tema sehingga menuntut guru lebih kreatif dalam mengembangkan perangkat pembelajaran, khususnya pengembangan bahan ajar. Pengembangan bahan ajar yang inovatif akan menarik minat belajar peserta didik dalam kegiatan pembelajaran sehingga menciptakan suasana pembelajaran yang lebih kondusif. Pembelajaran yang kondusif dipengaruhi beberapa faktor salah satunya sintaks pembelajaran yang diaplikasikan oleh guru di dalam kegiatan pembelajaran.
Paradigma Pendidikan masa sekarang telah bergeser dari pembelajaran berpusat pada guru (teacher center) menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik (students center).
Pembelajaran berpusat pada peserta didik membelajarkan peserta didik untuk lebih aktif, kreatif dan inovatif dalam kegiatan belajar. Guru sebagai fasilitator dalam belajar sebagai motor penggerak peserta didik dalam mengeksplorasi segala potensinya baik potensi kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Potensi peserta didik akan tereksplorasi apabila guru dalam mengimplementasikan sintaks pembelajaran lebih tepat guna sesuai kurikulum yang diamanahkan.
Kehadiran buku siswa yang selama ini ada belum mencukupi sepenuhnya akan kebutuhan siswa dan kebutuhan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Maka dari itu diperlukan bahan ajar yang memuat sintaks lebih spesifik dalam proses pembelajaran. Menurut Sistiana Windyariani, dkk (2016) bahan ajar harus memiliki kriteria layak, berkesesuaian, dengan kurikulum, menarik minat siswa, menumbuhkan motivasi, dan menstimulasi akivitas siswa, menyajikan gambar, komunikatif, logis, dan sistematis, kontekstual. Pengembangan bahan ajar dengan sintaks lebih khusus akan memudahkan guru dalam mengimplementasikan materi pembelajaran kepada peserta didik. Pengembangan bahan ajar yang baik harus berpusat pada peserta didik sehingga dengan demikian akan memberikan kesempatan pada peserta didik untuk bereksplorasi yang pada akhirnya akan membangun keterampilan berpikir kritis (critical thinking skill).
Self Regulated Learning (SRL) merupakan salah satu model pembelajaran sesuai dengan paradigma masa sekarang, karena Self Regulated Learning pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.
Self Regulated Learning (SRL) memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk mengelola secara efektif pembelajarannya sendiri sehingga mencapai hasil belajar yang optimal. Peserta didik mengatur pembelajaran sendiri, maksudnya peserta didik menerapkan strategi belajar yang tepat untuk dirinya hingga memahami konsep – konsep yang dijelaskan oleh guru sebagai fasilitator belajar yang pada akhirnya peserta didik mampu menggunakan pengetahuan yang dimilikinya tersebut untuk memecahkan masalah.
Pembelajaran Self Regulated Learning (SRL) yang membelajarkan peserta didik untuk mengatur cara belajar secara mandiri, mengeksplorasi potensi diri, akan menumbuhkan pula keterampilan peserta didik dalam berpikir kritis karena dengan terbiasa belajar mandiri untuk memecahkan masalah akan membangun rasa ingin tahu sehingga menumbuhkan keterampilan berpikir kritis ( critical thinking skill ).
Pembelajaran Self Regulated Learning (SRL) sangat tepat diterapkan pada kondisi saat Pandemi seperti sekarang ini, karena mengingat aktivitas belajar siswa di sekolah untuk saat ini beralih pada kegiatan BDR (Belajar Dari Rumah), dimana kondisi siswa di rumah yang beragam memberikan catatan bagi guru harus lebih longgar memberikan kesempatan dalam belajar.
Dengan model pembelajaran Self Regulated Learning (SRL) peserta didik dapat belajar kapan saja, di mana saja, dan dengan siapa saja.
Guru tidak harus menjadi satu satunya sumber belajar, namun guru sebagai fasilitator serta katalisator dalam belajar. Sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan termasuk ketersediaan fasilitas guna memberi kemudahan dalam kegiatan belajar bagi peserta didik.
Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang kurang kondusif dan mendukung menyebabkan minat belajar peserta didik menjadi rendah.
Guru berperan sebagai katalisator, yaitu menjadi pemantik yang memotivasi dan menginspirasi untuk menggali dan mengoptimalkan potensi siswa sehingga menjadi suatu pencerahan bagi mereka, yang pada akhirnya mampu membuka wawasannya.