Nasib guru saat ini ibarat bola dalam permainan voli. Saat mendengar banyak guru pensiun, harapan guru-guru produktif non-PNS melambung karena berpikiran bakal menggantikan guru-guru pensiun. Kemendikbud sendiri memproyeksikan guru pensiun pada 2021-2025 mencapai 316.535 guru, belum termasuk yang meninggal dunia. Padahal jumlah total kebutuhan guru mencapai 960 ribu.
Tak heran angan para guru non-PNS melambung tinggi, Terlebih muncul informasi bakal ada penerimaan PNS lewat CPNS untuk para guru. Profesi mulia yang sangat dibutuhkan di seluruh wilayah negeri, bahkan sampai ke pelosok. Tenaga yang akan menyiapkan generasi peneurs bangsa agar bisa membawa tongkat estafet dengan baik.
Siapa sangka, para guru yang melambung tinggi tersebut seperti dismash keras, menukik ke bawah menghunjam tanah.
Tiba-tiba Kemendikbud mengumumkan tidak ada penerimaan CPNS, namun diganti dengan pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (P3K) alias tenaga kontrak yang dibayar pemerintah. Para guru P3K ini memang Aparatur Sipil Negara (ASN), hanya saja tidak berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Secara pangkat dan golongan Guru P3K dan PNS memang sama. Yang membedakan, guru P3K tidak menerima pensiun usai habis masa kerja.
Itu artinya, seorang guru P3K harus pandai-pandai menabung agar usai kontrak, bisa menikmati pension seperti PNS.
Toh sebenarnya, dana pensiun yang dinikmati PNS sebenarnya merupakan tabungan mereka. Setiap bulan gajinya dipotong untuk dana pensiun agar anak turun mereka masih bisa menikmati hasil jerih payah pengabdian PNS selama puluhan tahun.
Mas Menteri sendiri menjanjikan semua guru honorer di Indonesia berpeluang menjadi P3K asalkan sesuai kriteria, termasuk usia di atas 35 tahun.Tidak ada lagi prioritas dan dulu-duluan. Semua guru boleh mengambil tes dan yang lulus menjadi P3K.
Pun di masa pandemi ini seleksi P3K dilaksanakan secara daring. Jika peserta gagal pada tes pertama, bisa mengulang tes kedua dan ketiga.
Bagi pemerintah, guru P3K menjadi solusi untuk mengatasi beban APBN maupun APBD yang sangat berat. Padahal kebijakan yang dijadikan alternatif untuk menyelesaikan persoalan kebutuhan guru melalui rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) juga tak jelas. Banyak yang trauma dengan janji-janji pemerintah, tak terkecuali guru-guru hasil rekrutmen P3K.
Yang sudah diterima lulus tes pun faktanya sudah 1 tahun lebih belum terima SK dari pemerintah.
Sisi lain, kebutuhan 960.000 guru yang diumumkan Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) sebelumnya, dan kemudian disambut pengumuman Kemenpan RB yang hendak merekrut 1 juta ASN harus jelas formulasinya. Pemerintah pusat harus punya formulasi yang jelas sehingga bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah,
Perlunya kejelasan formulasi ini karena contoh riil di lapangan, saat rekrutmen P3K khususnya dari honorer K2 yang telah diterima 34 ribu orang, ternyata yang diusulkan Pemda hanya 31 ribu.
Itu artinya ada masalah dengan 3 ribu orang yang sudah lulus tapi tidak diusulkan Pemda.
Kalau sudah begitu biasanya Pemda yang disuruh tanggung jawab. Nah loh.(*)