Kab Malang, IP – Pada era digital seperti sekarang, media sosial memiliki peran penting untuk memberikan informasi kepada masyarakat lewat jejaring Sosial dunia maya. Tidak hanya berupa informasi semata, namun media sosial kini juga dapat menjadi pemicu lahirnya gerakan-gerakan sosial atau kemanusiaan di kehidupan nyata.
Seperti Komunitas 1000 Guru, lahir karena adanya kondisi sebuah pendidikan yang kemudian diabadikan dalam bentuk foto dan disebar luaskan melalui media sosial. Dokumentasi berupa foto yang disebar ini, lantas mendapatkan respons cukup positif dari pengguna sosial media dan mampu menggerakkan banyak orang untuk melakukan kegiatan dibidang pendidikan.
Isma Awali Ketua 1000 Guru Malang, menyampaikan, Komunitas 1000 Guru terbentuk dari gagasan seseorang yang bernama Jemi Ngadiono. Penggagas Komunitas tersebut awalnya memiliki pekerjaan berkeliling pedalaman.
Setiap pedalaman yang Jemi kunjungi, selalu menemukan anak-anak yang sedang bersekolah, namun sering tidak ada gurunya. Selain itu, sekolah juga mempunyai gedung yang sudah tidak layak huni. Kondisi semacam itu lantas diabadikan lewat dokumentasi berupa foto dan dibagikan lewat media sosial.
“Pembentukan 1000 Guru awal mulanya hanya berasal dari akun twitter yang sering memposting mengenai pendidikan di pedalaman tersebut. Dokumentasi berupa foto yang dibagikan di twitter, akhirnya mendapatkan respons yang positif. Oleh karenanya banyak yang meminta untuk diadakan kegiatan secara langsung untuk berbagi dengan adik-adik,” ujar Isma
Merespons tanggapan dari pengguna sosial media tersebut, lantas pada 2012 Komunitas 1000 Guru resmi terbentuk. Saat itu founder, beserta tim melakukan aksi perdana di daerah Banten menggunakan dana pribadi sejumlah Rp. 600 Ribu. Dana yang terkumpul kemudian dialihkan kepada anak-anak pedalaman dalam bentuk peralatan tulis dan kebutuhan sekolah lainnya.
Sejak aksi perdananya tersebut, 1000 Guru terus berkembang hingga menciptakan regional-regional kepengurusan baru di beberapa daerah, termasuk juga di Malang. Untuk 1000 Guru regional Malang terbentuk sejak Mei 2015.
“Awalnya 1000 guru sudah ada tujuh regional, dan kemudian merambat ke regional Malang. Saat itu beberapa anggota asli Malang meminta kepada 1000 guru pusat agar dibukakan 1000 guru untuk regional Malang. Syaratnya waktu itu harus membuat akun instagram dengan jumlah followers 1000,” ujar Alumni UMM tersebut
Isma menuturkan bahwa relawan 1000 Guru Malang dibagi menjadi dua. Pertama relawan tetap, seperti panitia atau pengurus komunitas sejumlah 15 orang. Kedua relawan tidak tetap (volunter), yakni mereka mengikuti kegiatan-kegiatan tertentu saja sejumlah 30 relawan.
Anggota yang menjadi relawan tetap dulunya sebagian besar adalah mahasiswa dari berbagai daerah. Menurutnya, justru malah orang Malang sendiri sampai saat ini belum ada yang tertarik untuk ikut dan bergabung. Baik sebagai pengurus maupun sebagai volunter.
“Pengurus dari berbagai daerah, saat ini pengurus yang ada di Malang hanya tiga orang. Sedangkan lainnya ada yang di Jakarta, dan sebagian besar pulang kampung. 1000 Guru Malang kebanyakan berasal dari kalangan mahasiswa,” jelas Isma
Dia lantas menegaskan, 1000 Guru Malang berbeda dengan organisasi mahasiswa yang kepengurusannya rutin berganti satu tahun sekali. Maka di 1000 Guru Malang tidak ada pergantian kepengurusan setiap tahunnya.
“Karena namanya relawan, sampai kapan pun kita masih aktif tidak apa-apa. Kalau baru masuk terus mau keluar juga tidak apa-apa bebas. Jadi kita tidak ada pergantian kepengurusan tiap tahunnya,” pungkasnya. (was)