Kab Malang, IP – Meski nama Pesarean Gunung Kawi sudah tak asing di telinga banyak orang, namun hanya segelintir dari mereka yang benar-benar paham atas seluk beluk salah satu tempat wisata kerohanian di Kabupaten Malang ini.
Pesarean Gunung Kawi merupakan makam dari dua tokoh pengawal Pangeran Diponegoro. Mereka adalah Raden Mas (RM) Iman Soedjono dan guru spiritualnya, Kyai Zakaria II (Eyang Djoego).
Pesarean Gunung Kawi ada, setelah Eyang Djoego wafat pada hari Minggu Legi malam Senin Pahing tanggal 1 Selo tahun 1799 dal atau 22 Januari 1871 Masehi.
Atas wasiat ingin dimakamkan di lereng Gunung Kawi, akhirnya Eyang Djoego dimakamkan di Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang dan menjadi cikal bakal lahirnya area Pesarean Gunung Kawi yang kini kita kenal.
Sepeninggalnya Eyang Djoego, RM Iman Soedjono akhirnya menjadi Juru Kunci pertama dari Pesarean Gunung Kawi. Sejak saat itu, Pesarean Gunung Kawi mulai ramai di kunjungi oleh para peziarah.
Namun lima tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 12 Sura tahun 1805 dal atau 8 Februari 1876 Masehi RM Iman Soedjono meninggal dunia. Ia pun dimakamkan pada satu liang lahat dengan Eyang Djoego.
Putri, Humas sekaligus Administator Pesarean Gunung Kawi mengatakan kisah RM Iman Soedjono dan Eyang Djoego juga digambarkan pada relief yang ada di gapura utama. Mulai kisah perjuangan babat alas RM Iman Soedjono, wafatnya Eyang Djoego, proses pemakaman, hingga menjadi Pesarean Gunung Kawi.
“Pesarean itu makam atau kuburan, jadi Pesarean Gunung Kawi itu ya makam yang ada di atas (makam Eyang Djoego dan RM Iman Soedjono, red) namun orang awam mengenalnya pesarean itu ya semua area yang ada di sekitar makam sini,” tegasnya.
Eyang Djoego, Pengawal dan Guru Spiritual Pangeran Diponegoro
Dalam sejarahnya, Eyang Djoego dikenal menjadi pengawal sekaligus guru spiritual dari Pangeran Diponegoro. Usai Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda, Eyang Djoego akhirnya hidup di Desa Djoego, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar.
Dalam hal ini Eyang Djoego mengubah arah perjuangan. Dia yang awalnya berperang angkat senjata, menjadi jalur dakwah atau menyebarkan ilmu kepada warga sekitar. Eyang Djoego pun akhirnya membuat padepokan dan rumah tinggal di Desa Djoego.
“Di desa itu pula, ia mendapat nama Djoego. Sebab waktu ia bertemu dengan salah satu petani atau peternak lokal, beliau berkata ‘saya sadjoego’, padahal sadjoego itu artinya sendirian. Tapi mungkin orang itu menangkap bahwa namanya adalah sadjoego, akhirnya dari situ beliau lebih dikenal sebagai Eyang Djoego,” jelas Putri.
Ia mengaku belum menemukan buku sejarah alasan Eyang Djoego memilih lereng Gunung Kawi sebagai tempat peristirahatan terakhir.
Namun yang pasti, Eyang Djoego berpesan kepada RM Iman Soedjono dan para pengikutnya untuk dimakamkan di sana. Berkat hal itu, ia dan para pengikut lainnya melakukan babat alas sampai lereng Gunung Kawi.
Setelah selesai, RM Iman Soedjono lalu membuat padepokan dan tinggal di lereng Gunung Kawi dengan para pengikutnya. Beberapa waktu kemudian, ia kembali ke Desa Djugo untuk memberi tahu bahwa perintah mencari daerah di lereng Gunung Kawi sudah ia laksanakan Baca berita selengkapnya di Tabloid Inspirasi Pendidikan