Jalan Panjang Pengembalian Benda Bersejarah Indonesia

0
Harta karun dari Lombok hasil rampasan Pemerintah Kolonial Belanda yang dikembalikan ke Indonesia. (Sumber: AFP), Lukisan gerakan seni Pita Maha dari Bali, karya I Made Windoe. (Sumber: Museum Nasional Kebudayaan Dunia, Belanda)

Sebagai negara yang kaya akan budaya, Indonesia memiliki banyak sekali benda-benda bersejarah yang tersebar seantero negeri. Benda-benda tersebut merupakan warisan nenek moyang yang penting untuk terus dipelajari dan dilestarikan. Ini supaya tiap generasi bisa memahami dan tidak lupa akan sejarah bangsa Indonesia.

Baca Juga :

Begini Sejarah Terciptanya Ponsel Pertama di Dunia

Candi Kidal, Tempat Pendharmaan Raja Anusapati

Namun sudah bukan menjadi rahasia, banyak dari benda-benda bersejarah Indonesia yang tidak lagi berada di tempat asalnya. Saat masa kolonialisme, benda-benda tersebut diangkut dan dibawa pulang oleh para penjajah ke negara asal mereka.

Mengutip artikel Rahadian Rundjan (2021) berjudul “Repatriasi Benda-benda Budaya Indonesia” yang terbit di Deutsche Welle (DW), kolonialisme Indonesia bukan hanya sekedar eksploitasi Eropa terhadap sumber daya alam seperti rempah-rempah, teh, kopi, dan sebagainya. Melainkan juga penuh dengan cerita pencurian benda-benda budaya dan sejarah.

Alasan banyak Benda Bersejarah Indonesia di Eropa

Berbagai patung peninggalan Singosari, kerajaan bercorak Hindu Jawa dari abad ke-13 Masehi yang dipulangkan ke Indonesia. (Sumber: Aleksandar Furtula/AP PHOTO)Perhatian orang-orang Eropa terhadap benda-benda bersejarah mulai meningkat pada abad ke-19. Ketertarikan tersebut dipantik oleh Thomas Stamford Raffles seorang Gubernur Jenderal Hindia-Belanda yang berkuasa di Jawa di bawah pemerintahan Inggris.

Berkat bukunya History of Java, benda-benda bersejarah bercorak Hindu-Buddha di Jawa menarik perhatian di Ero­pa, Asia, bahkan Amerika.

Sejak saat itu, pendataan dan penggalian di Jawa menjadi lumrah dilakukan oleh Inggris terutama oleh Belanda. Koloni Belanda yang ketika itu menjadikan Indonesia sebagai wilayah jajahan pun mulai memprioritaskan penggalian arkeologi.

Selain menjadi cara untuk melegitimasi kekuasaan, penggalian arkeologi juga demi keperluan ilmu pengetahuan karena semakin banyak peneliti Eropa yang bekerja di Jawa.

Kondisi semacam itu diperparah oleh munculnya para oportunis alias orang-orang tidak bertanggung jawab. Hanya demi keuntungan pribadi, mereka berupaya mengambil benda-benda yang bisa diangkat, seperti artefak, patung, pusaka, perhiasan dan lain-lain, lalu mengirimnya ke negeri asalnya.

Dalam kasus lain sebagaimana dikutip dari Tirto.id, benda-benda bersejarah juga didapat oleh Belanda dari hasil rampasan perang. Sebut saja saat perang Lombok pada 1894, dipimpin oleh Walikota Jenderal Petrus van Ham, Belanda mulai menyerang Puri Cakranegara dan Karangasem Baca konten selengkapnya di Tabloid Inspirasi Pendidikan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News