Malang, IP- Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menegaskan Pemerintah Provinsi (Pemprov) menggratiskan SPP seluruh siswa SMA/SMK Negeri. Karena itu, sekolah dilarang melakukan pungutan apapun kepada peserta didik baru. Sementara untuk siswa
SMA/SMK swasta akan diberikan subsidi secara proporsional. Semua ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jatim. Meski kebijakan
membebaskan SPP ini berlangsung sejak awal 2019 dan janji gubernur berlanjut
pada tahun ajaran 2020. Kebijakan SPP gratis itu disambut gembira para orangtua
siswa maupun sekolah. Ny Wenny, wali siswa SMAN 4 Kota Malang, berharap program
SPP gratis itu hendaknya benar-benar gratis. “Jangan hanya bahasanya saja. SPP
gratis tetapi pihak komite sekolah menarik iuran bulanan. Memang atas kesepakatan,
tetapi jangan sampai memberatkan para orangtua murid,” ujar Ny Wenny, kemarin.
Ibu tiga putra ini mengaku, tahun lalu ketika anaknya duduk di kelas 2, masih membayar bulanan. Namun, apabila tahun ini saat anaknya duduk di kelas 3, gubernur menggratiskan SPP maka itu kebijakan yang baik. Karena sangat membantu orangtua murid, apalagi saat pandemi Covid-19 sepertri sekarang. Meski begitu, Wenny mengaku jika harus membayar,
dia masih mampu. “Tetapi karena gratis maka anggaran itu akan saya alihkan untuk les
(bimbingan belajar-red) bagi anak,,” terangnya. Ihwan, wali murid SMAN di Kota Malang lainnya menegaskan, penggratisan SPP merupakan salah satu langkah pemerintah meringankan beban orangtua terhadap biaya pendidikan yang dirasa cukup
tinggi.
“Apalagi dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, semua terkena dampaknya.
Kalau biaya pendidikan masih tinggi, bagaimana dengan kebutuhan lainnya, Sementara
pendidikan penting,” tegasnya yang berharap SPP digratiskan. Harapan senada disampaikan orangtua murid asal Sekarpuro, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang yang anaknya baru diterima di SMKN 6 Kota Malang. Dia berharap janji gubernur terkait SPP gratis benar-benar dilaksanakan. Karena, itu dapat meringankan beban orangtua murid di masa pandemi Covid-19 saat ini. Apalagi, masih ada biaya penidikan lainnya yang harus dibayar orangtua murid saat anaknya diterima di SMKN. Biaya pendidikan itu antara
lain adalah pembelian seragam sebesar Rp 1.400.000, dan kemungkinan adanya dana partisipasi yang disepakati antara komite sekolah dengan orangtua. Berdasarkan informasi yang diperoleh Inspirasi Pendidikan, untuk seragam sekolah bagi siswa baru disarankan membeli di Koperasi Siswa (Kopsis) sekolah itu. Harganya untuk 4 setel seragam antara lain putih abu-abu, pramuka, batik dan pakaian olahraga sekitar Rp 1 juta.Sedang di SMKN berkisar antara Rp 1.400.000 sampai Rp 1.700.000, tergantung ukuran pakaian seragam. Ukuran seragam itu mulai M, XL, XXL, dan XXXL. Seragamnya terdiri abu-abu putih, pramuka, batik, kaos olahraga dan baju praktikum. Sampai saat ini di SMAN 4 dan sekolah-sekolah lain di Kota Malang masih belum ada pengumumam berapa besaran
SPP bagi siswa baru. Saat ini anak didik baru di SMAN 4 hanya membayar uang seragam sebesar Rp 1.230.000. “Baru bayar untuk beli 4 seragam yaitu putih abu-abu, pramuka, batik, dan pakaian olahraga. Lainnya masih belum ada pengumuman lagi,” ujar Ridwan tentang SPP atau iuran lain untuk anaknya
yang baru diterima di SMAN 4.
Pengalaman tahun lalu, SPP SMAN 1 sebesar Rp 180.000 tiap bulan diluar uang kegiatan selama setahun sebesar Rp 800.000. Sedang SPP di SMAN 3, tahun lalu sebesar Rp 170.000 ditambah uang kegiatan, totalnya sebesar Rp 230.000 per
bulan. Putut Waringin Wahyu, orangtua murid SMKN, mengatakan meski tidak ada pungli, dengan mewajibkan siswa membeli perlengkapan sekolah di koperasi siswa dari koperasi sekolah dianggap memberatkan. Dia membandingkan dengan keponakannya yang bersekolah di salah satu SMAN di Kota Batu, mendapatkan kebebasan untuk belanja
seragam yang lebih murah di luar sekolah.
“Putera saya masuk di salah satu SMKN dan maaf saya tidak bisa sebut sekolahnya, intinya tidak di Kota Batu namun masih di Jatim. Di sana tidak diperbolehkan membeli seragam diluar, sementara perbandingan harga jauh lebih murah jika jahit sendiri,
atau beli jadi diluar. Sedangkan menurut saya, hal seperti ini bisa dikatakan pungli,” ungkap Putut kepada IP, Kamis (9/7/2020).(en/sap/
doi)