Buku biografi ini mengisahkan sejarah seorang yang berhasil menuliskan kisah hidupnya dengan tinta emas. Orang tersebut adalah Mahatma Gandhi atau Mohandas Karamchand Gandhi. Salah satu sosok yang mengabadikan seluruh hidupnya untuk perjuangan kemanusiaan melawan segala bentuk penindasan.
Termasuk menghapus kasta dan ketidakadilan atas kaum yang dianggap sangat rendah. Perjalanan kisah Mahatma Gandhi yang sangat mulia itulah yang mungkin membuat Wied Prana tergerak untuk menuliskan biografi Mahatma Gandhi. Buku ini menceritakan Mahatma Gandhi saat muda hingga ia menjadi pejuang anti kekerasan.
Siapakah Mahatma Gandhi?
Mahatma, demikianlah Gandhi dikenal. Mahatma memiliki arti “yang berjiwa agung.” Gandhi sesungguhnya tidak menyukai julukan yang diberikan kepadanya tersebut. Sebab, julukan itu tidak ada artinya. Ia merasa hanya manusia biasa sebagaimana orang lain yang dapat berbuat salah. Ia lebih menyukai dipanggil dengan sebutan Bapu yang artinya “bapak.” Oleh karena itu, penulis dalam buku ini memanggil tokoh ini sesuai dengan panggilan kesukaannya, yakni Bapu.
Masa kecil Bapu bisa dibilang tidak mengenakkan. Pada kala itu Karamchand Gandhi, ayahnya sedang sakit sehingga ia bersekolah serta merawat ayahnya tersebut. Takdir tidak membawa kesembuhan bagi Karamchand Gandhi. Pada 1885, ia meninggal dunia. Bapu merasa sangat malu dan menyesal karena ketika sang ayah menjelang ajal, ia yang biasanya setia mendampingi sang ayah justru tidak sedang merawatnya. Sebaliknya, ia sedang bersama sang istri. Kehormatan untuk mendampingi sang ayah hingga tutup usia ada pada pamannya, bukan dirinya.
Baca Juga: Hikayat Uang dan Lahirnya Kaum Rebahan Oleh : Bryan Satriya Hanggar Fidianata Putra
Setelah kematian ayahnya, Bapu berhasil lulus ujian untuk masuk kuliah pada tahun 1887 di salah satu pusat kota, yaitu Ahmedabad atau Bombay . Namun pada 4 September 1888, ia kuliah di University College London di usianya yang menginjak 18 tahun. Beberapa waktu berlalu, pada tahun 1891 Bapu berhasil memperoleh gelar pengacaranya.
Kemudian ia kembali ke India dan mendapatkan kabar bahwa ibunya telah meninggal. Selepas kejadian memilukan tersebut, Bapu dan keluarganya menjalani kehidupan yang penuh dilema karena krisis ekonomi. Saat itu juga, perusahaan Dada Abdullah & Company mengembangkan sayap ke Afrika Selatan Seiring dengan perkembangan populasi. Mereka juga membutuhkan pengacara yang akhirnya kesempatan tersebut diambil oleh Bapu.
Pada Mei 1893, Bapu tiba di dermaga Durban dan disambut sendiri oleh Dada Badullah. Akan tetapi, bukan kedatangan Dada Abdullah yang mendapat perhatiannya. Tatapan menghina dari orang-orang kulit putih Afrika Selatan kepada kenalan lama keluarganya
tersebut menyengat hatinya.
Di sana ia terus ditindas oleh orang-orang berkulit putih. Hal tersebut tidak lain karena Bapu sendiri berkulit hitam yang dimana di wilayah tersebut masih rasis terhadap orang berkulit hitam. Meskipun ia menerima perlakuan yang rasis, namun Bapu tetap tegar dan malah memperjuangkan keadilan, khususnya bagi orang-orang India di Afrika Selatan.
Singkat cerita, setelah berhasil memberikan kedamaian di Afrika Selatan, Bapu meninggalkan Afrika Selatan dan berlayar menuju Inggris pada Juli 1914 untuk menuju India. Sesampainya di India, Bapu memulai perjuangannya melalui jalur politik. Kampanye-kampanye yang menyuarakan kebebasan dari kemiskinan, kebodohan, diskriminasi serta untuk memerdekakan India dari Pemerintahan Inggris yang menduduki India.
Baca Juga: Keheningan Cinta Oleh : Solailluna Roisa Balgis
Sampai akhirnya pada 15 Agustus 1947 India meraih kemerdekaannya dari Inggris. Tetapi setelah kemerdekaan itu, perpecahan antara orang Hindu dan Muslim belum juga terselesaikan. Hal itu membuat Bapu patah hatinya, namun ia masih tetap ingin mendamaikan India dari kerusuhan tersebut.
Hingga pada 30 Januari 1948 pukul lima sore, Bapu atau Gandhi menghadiri sebuah pertumuan outdoor yang dihadiri sekitar 250 orang. Waktu menunjukkan pukul lima lebih sepuluh. Semua orang menatap ke arah Bapu. Tidak ada yang memerhatikan kala seseorang bernama Nathuram Vinayak Godse berdiri di hadapan Bapu, membungkuk penuh hormat dan dengan cepat mengeluarkan pistol kecil dari sakunya. Nathuram menarik pelatuk sebanyak tiga kali tanpa ragu. Bapu ambruk dan tewas seketika. Malam itu malam penuh air mata dan seluruh India berkabung.
Buku tulisan Wied Prana ini bisa dibilang menarik untuk dibaca, apalagi bagi yang ingin mengetahui lebih lanjut sosok Mahatma Gandhi dengan cukup detail. Keunggulan dari buku ini adalah pembaca benar-benar diajak untuk kembali pada masa kehidupan Mahatma Gandhi mulai dari kecil hingga akhir hidupnya.
Selain itu, pembaca juga akan diperlihatkan kerasnya perjuangan Mahatma Gandhi dalam penindasan yang ia dapatkan. Pada bagian-bagian akhir buku, juga disematkan bab khusus berisi poin penting ajaran-ajaran Mahatma Gandhi yang membuat pembaca lebih mudah memaknai ajarannya. Lalu untuk kekurangannya adalah untuk memahami alur cerita, pembaca harus benar-benar mengikuti setiap peristiwa yang ada. Tetapi dengan pembawaan yang disajikan Wied Prana, hal tersebut menjadi tidak membosankan.
Baca berita terlengkap di Tabloid Inspirasi Pendidikan