
Malang, IP – Adanya internet membuat teknologi informasi dan komunikasi mampu berkembang dengan sangat pesat. Pada gilirannya, ini membuat masyarakat lebih mudah dalam melakukan interaksi jarak jauh.
Sayangnya, selain menawarkan berbagai macam kemudahan dalam hal interaksi dan pencarian informasi digital. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, terkadang justru dimanfaatkan untuk hal-hal merugikan dan tidak bertanggung jawab oleh segelintir pihak.
Misalnya dalam penyebaran konten-konten penipuan berbentuk informasi hoax alias tidak benar adanya. Baik berupa gambar, video, hingga berbagai macam tulisan yang sudah teredit sedemikian rupa.
Baca Juga:Â Teknologi Budidaya Padi untuk Peningkatan Produksi
Sebagai mana data yang berhasil Inspirasi Pendidikan himpun dari website resmi Kominfo (kominfo.go.id) per Kamis (3/12/2021). Diketahui, kominfo telah memblokir ribuan konten hoax tentang vaksin Covid-19 dari berbagai platform media digital.
Antara lain Facebook jumlah konten hoax sebanyak 2287, Instagram 18 konten hoax, Twitter sebanyak 110 konten, Youtube 43 konten, dan di aplikasi TikTok ada 21 konten hoax. Jika ditotal ada sebanyak 2.479 konten hoax terkait vaksin yang sudah ter-takedown.
Melihat fenomena tersebut, Kepala Diskominfo Kota Malang Muhammad Nur Widianto SSos menyampaikan, fenomena konten hoax tidak hanya terjadi di Kota Malang. Tapi sudah memapar di semua wilayah Indonesia.
“BaiHoax ke seluruh Kota atau Kabupaten di Indonesia, ini konsekuensi dari perkembangan teknologi yang ada,” ucapnya.
Baca Juga:Â GPAN Regional Malang Upayakan Peningkatan Literasi Kota Malang
Terlebih berdasarkan hasil riset yang pernah ia baca, penggunaan gadget bagi warga minimal delapan jam sehari. Mulai dari bangun, sampai tidur lagi. Termasuk penggunaan internet yang lebih dari 70 persen, dan akan terus bertambah.
Artinya, dengan semakin kuat daya guna dan daya pakai internet, serta tools yang digunakan. Seseorang akan semakin mudah dan cepat dalam mendapatkan ragam informasi. Waktu dan tempat juga tidak membatasi Informasi tersebut.
“Tinggal bagaimana kita memanfaatkannya, cuma memang bukan hal yang sederhana. Kemajuan teknologi nampaknya memang belum diikuti dengan literasi digital,” tegas Widi.
Akibat minim literasi digital, orang lebih cenderung untuk cepat menyerap dan langsung melontarkan balik dari pada mengkonfirmasi kebenarannya. Hal itu yang pada akhirnya menjadi pintu tumbuh suburnya disinformasi dan hoax.
“Jika dibandingkan dengan hal-hal yang bersifat positif, formal, dan normatif. Alam bawah sadar seseorang lebih cepat untuk menangkap hal-hal yang bersifat negatif, dan bombastis. Bahkan ada kecenderungan lebih cepat membagikan, meneruskan konten negatif itu,” tegas Widi.
Baca Juga:Â AlRing, Alat Pembunuh Virus Inovasi Mahasiswa UB
Maka dari itu, menurutnya penting untuk terus menguatkan edukasi dan literasi digital. Untuk Kota Malang sendiri, strategi edukasi konten hoax dilakukan dengan sosialisasi. Baik itu secara mandiri oleh pemerintah daerah, maupun bersifat kolaboratif dengan unsur-unsur stakeholder.
“Hal tersebut memerlukan kesadaran kita, karena konten hoax bagi masyarakat membawa implikasi yang sangat negatif,” tekan Widi.Ia menjelaskan, media sosial mestinya bisa merekatkan dan menguatkan kerukunan.
Tetapi akibat konten hoax atau disinformasi, pada skala tertentu media sosial akan menjelma menjadi media asosial.
“Kalau media asosial, maka pengguna akan menjadi semakin terpisahkan. Itu pasti rentan. Kalau derajatnya semakin tinggi, kita juga akan mudah terpecah-belah,” tegas Widi.