Dialog ini terjadi sekian tahun yang lalu, saat saya (SY) masih menjadi staf Kesiswaan dengan salah seorang ayah siswa (AS) yang kebetulan menjadi pejabat di salah satu BUMN ternama. Datang ke sekolah dengan raut muka memendam marah langsung mencari Kepala Sekolah, namun sayang KS yang dicari tidak ada di tempat. Saya yang ‘kebetulan’ bertugas menangani permasalahan ini (kenakalan anak) berusaha meluruskan dan meredam emosinya.
AS: Saya hanya ingin bertemu dengan Kepala Sekolah
SY: Maaf Pak, sekarang KS tidak ada di tempat
AS: Ini urusan besar, Bapak disini sebagai apa
SY: Kebetulan sekarang ditunjuk menjadi staf kesiswaan
AS: Mampukah bapak menyelesaikan masalah anak saya (nada meremehkan terlihat dari raut mukanya)
SY: Insyaallah bisa pak, dengan syarat mampu meredam ego kita. Masalahnya apa
AS: Ini masalah anak saya ……
Baca Juga : Pentingnya Menulis Bagi Siswa Oleh : AMZ. Supardono
BENTUK dan ragam permasalahan antara orang tua siswa dan sekolah sangat banyak. Mulai dari yang sangat sederhana tentang kesalahpahaman, ‘sulap’ nilai ujian dan pencantumannya di rapor demi masa depan anak, hingga masalah pribadi rumah tangga.
Ragam masalah yang kian hari semakin bervariasi ini, satu sisi membuka wawasan baru bagi warga sekolah tentang isi masyarakat belajar. Dan di sisi lain, sekolah harus merevisi banyak aturan yang sudah ada termasuk mengikuti anjuran pemerintah tentang ‘new normal life’.
Sarana Instropeksi Diri
Wabah covid-19 seharusnya membuka mata lebar-lebar bagi orang tua (wali siswa), bahwa menjadi pendidik (guru) merupakan profesi yang tidak semua orang bisa menjalankannya. Diperlukan sejumlah persyaratan pendukung, trik, dan strategi tertentu yang ‘maaf’ tidak mudah dijabarkan dalam dimensi ilmu umum. Khasanah keilmuan yang dimiliki harus mampu mentranformasikan secara tertruktur, terstandar dalam proses panjang yang saling terkait antar guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan dalam lingkup persekolahan.
Rusman dalam belajar & Pembelajaran (2017) memberikan gambaran umum pembelajaran sebagai berikut: “Pembelajaran adalah suatu upaya untuk menciptakan lingkungan belajar dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi edukatif secara optimal antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa, serta antara siswa dan lingkungan belajar”.
Baca Juga : Refleksi Pengembangan Sumberdaya Perempuan Oleh: Dr. Imam Mutasim, M.Pd
Melalui landasan berpikir holistik semacam ini dan belajar dari pengalaman menjadi pendidik sekaligus orang tua saat siswa harus belajar di rumah seharusnya orang tua ‘mulai’ belajar untuk tidak mudah menyalahkan sistem persekolahan. Sadar diri lalu serahkan urusan pembelajaran pada ahlinya. Jangan mudah menggurui dan keluar sampah serapah tatkala ada orang tua mendapat laporan dari anaknya atas tindakan yang dilakukan oleh guru di sekolah.
Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW): “Jika amanah telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Ada seorang sahabat bertanya: ‘Bagaimana maksud amanah disia-siakan?’ Nabi menjawab: “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR Al-Bukhari). Sebuah pesan moral yang patut dijadikan teladan bagi kita dalam membangun kepercayaan kepada ahlinya.
Jika keharmonisan guru dengan orang tua terganggu bagaimana mungkin akan mengantarkan anak pada tujuan pendidikan yang diharapkan. Padahal dalam mencapai tujuan pendidikan bagi anak, salah satu faktor yang menentukan kesuksesannya adalah adanya kerjasama antara pihak sekolah dengan orang tua. Karenanya menjaga keharmonisan hubungan sekolah dengan orang tua harus senantiasa dijaga agar tetap baik.
Baca Juga : Memoar Kesasar Melamar, Oleh : Fina Nur Asiyah
Seharusnya, ketika orang tua telah memilih dan menentukan sekolah bagi pendidikan anaknya haruslah dibarengi dengan kepercayaan bahwa sekolah akan mampu memberikan yang terbaik. Kepercayaan dan dukungan dari orang tua kepada sekolah, sangatlah membantu bagi perkembangan prestasi anak. Dengan kepercayaan dan dukungan yang diberikan orang tua kepada sekolah, maka program-program bagi pengembangan prestasi anak akan lebih mudah dilaksanakan.
Namun harapan tinggal harapan. Banyak orang tua yang merasa curiga dan tidak memberikan dukungan penuh terhadap kebijakan yang diberlakukan di sekolah. Bahkan ada orang tua yang merasa lebih pintar dari guru disebabkan strata pendidikannya yang lebih tinggi sehingga sempat melecehkan guru anaknya, sementara anaknya tetap saja di sekolahkan di sekolah itu. Ini yang terasa sangat aneh. Jika ia pun tidak percaya pada gurunya, kenapa tidak di didik saja anaknya di rumah sendiri?
Bagaimana cara guru melepaskan diri dari jaring-jaring ketidak percayaan orang tua yang menjeratnya? Sebagai guru, selalu belajar dan memperbaiki kekurangan diri adalah jalan yang paling baik. Anak-anak didik yang kita hadapi memiliki karakter yang berbeda dan berubah sesuai “zamannya”. Mempersiapkan “bekal” yang cukup agar ilmu pengetahuan yang ditransferkan selalu “update”, tidak malah tertinggal dari anak didik. Karena di era globalisai ini , anak-anak dapat dengan mudah mengakses berbagai informasi melalui “ujung jarinya”.
Baca Juga : Nerd & Sosiopat, Oleh : Ragil Putri Mawar Ramadhani
Guru harus selalu siap dengan perangkat pembelajaran yang merupakan senjata utama dalam melakukan “pertempuran” di dalam kelas. Selain itu guru harus dengan cermat mencatat dan menyimpan rekam jejak perkembangan prestasi, sikap dan perilaku mereka (anak didik) sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada orang tua.
Sehingga jika ada orang tua yang tidak terima dengan hasil yang dicapai oleh buah hatinya, kita bisa menjawab dengan didukung data yang ada, tidak asal ngomong doang.
Selanjutnya jangan lalai menyampaikan setiap perkembangan anak, karena jika pun terjadi sesuatu yang buruk, orang tuanya sudah diberi gambaran sejak awal.
Kesabaran, keikhlasan dan kebersediaan untuk selalu mengembangkan diri, terbuka menerima saran dan kritikan, juga menjadi modal utama bagi seorang guru. Karena anak-anak yang kita hadapi pun berubah mengikuti perubahan dan pergeseran peradaban yang terjadi. Semoga dengan meminimalisir atas kekurangan dan kelemahan kita sebagai guru dapat melepaskan diri dari jeratan ketidak percayaan orang tua kepada guru anaknya.