Malang, IP – Pernikahan dini, telah menjadi fokus kajian dari Prof Dr Singgih Susilo MS MSi Guru Besar bidang Geografi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang (FIS UM). Ia menjabarkan berbagai dampak negatif dari pernikahan dini berdasarkan kajian yang sudah ia lakoni.
Dosen yang baru saja dinobatkan sebagai Guru Besar pada Selasa (4/10/2022) lalu ini menyampaikan, bahwa penurunan pernikahan dini telah menjadi prioritas Sustainable Development Goals (SDG’s).
“Tujuan SDG’s, pada tahun 2030 semua manusia harus bebas dari kemiskinan, dan perempuan serta anak-anak harus bebas dari masalah kesehatan seperti masalah reproduksi dan pelecehan seksual, dan harus memiliki kesetaraan gender,” kata Prof Singgih.
Baca Juga : Angkat Isu Sosial Melalui Film
Profesor kelahiran Magelang, Jawa Tengah ini lantas menjelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara di ASEAN yang memiliki angka pernikahan usia dini tinggi.
Indonesia menduduki peringkat kelima setelah Laos (40%), Thailand (23%), Kamboja (21%), dan Filipina (19%). Kasus pernikahan usia dini di Indonesia mencapai 18% dan dikategorikan menjadi dua. Yakni menikah pada usia 15 tahun sebesar 2% dan menikah sebelum usia 18 tahun sebesar 16%.
“Untuk kasus di Indonesia sendiri, Provinsi Jawa Timur berada pada urutan ketiga setelah Provinsi Jawa Barat dan Kalimantan Utara, dengan perkembangan kasus yang banyak terjadi di wilayah bagian timur,” tuturnya.
Dampak Pernikahan Dini Sangat Mengkhawatirkan

Dampak dari pernikahan dini menurutnya sangat mengkhawatirkan. Secara makro, pasangan yang menikah saat usianya masih dini belum mempunyai kesiapan secara biologi, mental, dan ekonomi.
Sedangkan secara mikro, pernikahan dini bakal memperpanjang masa reproduksi bagi wanita. Dengan kondisi ini, masa reproduksi wanita akan lebih panjang dan berpeluang untuk memiliki banyak anak yang dilahirkan.
“Hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk di suatu wilayah,” tutur Singgih dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Dialektika Pernikahan Usia Dini Dalam Perspektif Geografi Sosial.
Baca Juga : Memoar Kesasar Melamar, Oleh : Fina Nur Asiyah
Berdasarkan temuan pada tiga kajian ruang wilayah yang berbeda, selain ditemukan perbedaan fenomena, juga terdapat kesamaan yang mendasari orang tua mengizinkan putrinya untuk menikah pada usia dini, yaitu karena adanya kepercayaan pada mitos sangkal. Kajian tersebut dilakukan di Kec Tlanakan, Kab Pamekasan Madura; Pulau Bawean, Kabupaten Gresik dan di Kecamatan Sumbermalang, Kabupaten Situbondo.
Kepercayaan terhadap mitos menghendaki, jika seorang perempuan diminta oleh laki-laki untuk menjadi istrinya, maka tidak boleh ditolak. Ini menyebabkan orang tua harus menerima permintaan laki-laki karena dikhawatirkan jika menolak, anak perempuannya akan sulit mendapatkan jodoh. Baca berita selengkapnya di Tabloid Inspirasi Pendidikan