Kontestasi Pemilu 2024 dalam menentukan presiden dan wakil presiden menjadi sebuah sajian yang menarik untuk disimak, mengingat Presiden Jokowi sebagai Presiden Petahana dipastikan tidak dapat menjabat lagi karena telah menyelesaikan masa jabatannya selama dua Periode kepemimpinan. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945, yang menjelaskan bahwa ‘presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan’ sehingga Konstitusi Indonesia mengatur Presiden Indonesia hanya dapat menjabat maksimal dua periode.
Baca Juga:
Belajar Nilai Pendidikan dari Kiai Gado-gado
Gampang Diucap Berat untuk Ditulis
Disrupsi dan Pendidikan Indonesia Emas 2045
Sempat beredar keinginan masyarakat untuk Presiden Jokowi diusulkan menjabat sebanyak tiga periode dikutip dari detiknews.com pada Senin (10/1/2022), menunjukkan hasil survei Indikator Politik Indonesia dimana simulasi pertanyaannya adalah “ada yang berpendapat bahwa Presiden Jokowi harus kembali menjadi calon presiden untuk ketiga-kalinya di pemilihan 2024 nanti, seberapa setuju ibu/bapak dengan pendapat tersebut. Dengan total sampel 2020 responden, sampel basis sebanyak 1220 orang tersebar di 34 provinsi dan penambahan 800 responden di Jawa Timur, dengan margin eror kurang lebih 2,9 Persen dapat dilihat sebagai berikut:
Sementara untuk survei masa jabatan Joko Widodo ditambah hingga 2027, mayoritas responden kurang setuju atau tidak setuju. Namun di tengah berita tersebut, dikutip dari Kompas TV pada Senin (29/8/2022), Presiden Jokowi kembali menegaskan menolak jabatan presiden tiga periode. Ia menyebut akan taat pada konstitusi yang tidak mengatur jabatan presiden tiga periode, penegasan ini kembali disampaikan Jokowi dalam acara musyawarah rakyat di Bandung, Jawa Barat yang turut dihadiri relawannya. Penegasan dari Presiden Joko Widodo ini seolah memberikan jawaban tegas mengenai ketidakikutsertaan Jokowi dalam kontestasi Pemilu 2024. Signal ini pun langsung direspons oleh beberapa partai politik untuk menentukan kandidat terkuat untuk mengikuti kontestasi pemilu 2024.
Dikutip dari kompas.com pada Sabtu (3/9/2022), Poltracking Indonesia merilis hasil survei mengenai kandidat calon presiden (Capres) Potensial pada pemilu 2024 nanti. Antara lain adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Anis Baswedan, Agus Hari Yudhoyono, Ridwan Kamil, Eric Thohir, Sandiaga Salahudin Uno, Puan Maharani, Khofifah Indar Parawansa dan Airlangga Hartanto. Menurut Poltracking Indonesia Ganjar Pranowo memiliki Potensi tertinggi daripada calon presiden lainnya. Selain itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI resmi mengumumkan hasil verifikasi administrasi dan perbaikan berkas administrasi dengan Pengumuman Nomor 9/PL.1.1-PU/05/2022, beberapa partai politik telah dinyatakan lulus dan tengah melakukan analisis kebutuhan masyarakat serta kebutuhan partai mengenai kandidat calon presiden dan wakil presiden.
Berdasarkan sistem Pemilu di Indonesia, maka regulasi yang ada mengatur bahwa calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan melalui jalur politik. Artinya calon presiden dan wakil presiden tidak bisa maju dengan jalur independen, walaupun hal ini sering dianggap membatasi rakyat untuk menentukan pemimpin ideal yang dapat merupakan representatif dari rakyat sesungguhnya. Regulasi ini sering membuat beberapa partai politik melakukan poligamisasi calon presiden dan wakil presiden. Beberapa partai politik yang berkoalisi memiliki beberapa kandidat presiden dan wakil presiden yang jumlahnya tidak satu, sering kali kandidat yang dianggap memiliki elektabilitas suara kuat sebagai presiden dipasangkan dengan beberapa calon wakil presiden untuk memenangkan pemilu.
Untuk merealisasikan hal tersebut, secara tidak langsung partai politik sering melaksanakan survei secara tidak langsung dan terkesan tidak resmi. Sebagai contoh memasang baliho kandidat presiden X akan berpasangan dengan calon wakil presiden Y di bulan pertama, lalu berpasangan dengan calon wakil presiden Z di bulan berikutnya guna menjaring aspirasi dan menakar pasangan ideal menurut masyarakat. Hal ini pada dasarnya partai politik tetap perlu mengedepankan prinsip kehati-hatian, karena Partai Politik haruslah dapat membangun Trust Building bagi masyarakat. ini juga merupakan antisipasi dari pandangan kontradiktif masyarakat dengan partai politik, dimana dengan menggunakan pendekatan ini partai politik malah dianggap tidak konsisten dalam menentukan presiden dan wakil presiden. Mengingat bahwa penentuan siapa presiden dan wakil presiden berikutnya menyangkut hajat hidup orang banyak.
Senyampang dengan hal tersebut, partai politik haruslah memberikan paradigma bahwa partai politik merupakan representatif rakyat Indonesia seutuhnya dan bukan penjelmaan dari keinginan dan kepentingan partai politik saja, sehingga bangunan politik yang dibangun haruslah jauh dari kesan disorientasi yang pragmatis dengan seringnya memasangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden demi untuk kemenangan partai politik saja.
Penulis berharap dengan adanya poligamisasi presiden dan wakil presiden merupakan hal yang dilaksanakan secara hati-hati serta menakar pemimpin ideal pilihan rakyat Indonesia. Sebab dengan regulasi yang ada sudah seharusnya partai politik merupakan manifestasi dari pemegang kedaulatan rakyat Indonesia dan mengesampingkan kepentingan-kepentingan lain yang mengatas-namakan bangsa Indonesia. Baca konten lengkap lainnya di Tabloid Inspirasi Pendidikan